Sahabat Jaminan Surga. (5) Thalhah bin Ubaidillah
Sahabat Jaminan Surga. (5) Thalhah bin Ubaidillah
Thalhah bin Ubaidillah, (wafat 36 H/ 656 M) adalah seorang sahabat nabi berasal
dari Quraisy, nama lengkapnya adalah Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman bin Amru
bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Thalhah juga
termasuk enam konsultan Nabi Muhammad s.a.w dan sepuluh orang yang dijanjikan
masuk surga.
Thalhah
mengikuti Perang Uhud dan menderita luka parah yang luar biasa. Dia menggunakan
dirinya menjadi perisai bagi Nabi Muhammad s.a.w dan mengalihkan panah yang
akan menancap di diri Rasulullah s.a.w dengan tangannya sehingga semua
jari-jarinya terputus. Sekalipun mengalami luka parah yang luar biasa, beliau
akhirnya sembuh dan berumur panjang. Ia pada akhirnya meninggal dunia pada
peperangan di zaman Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a akibat terpanah, yaitu pada
Perang Jamal.
Ibunya
bernama Ash-Sha’bah binti Al Hadrami, saudara perempuan Al Ala’. Wanita ini
telah menyatakan dirinya sebagai seorang muslimah. Ia seorang pemuda Quraisy
yang memilih profesi sebagai saudagar. Meski masih muda, Thalhah punya
kelebihan dalam strategi berdagang, ia cerdik dan pintar, hingga dapat
mengalahkan pedagang-pedagang lain yang lebih tua.
Awal Keislaman Thalhah bin Ubaidillah
Pada suatu ketika Thalhah bin
Ubaidillah dan rombongan pergi ke Syam. Di Bushra, Thalhah bin Ubaidillah
mengalami peristiwa menarik yang mengubah garis hidupnya. Tiba-tiba seorang
pendeta berteriak-teriak,
“Wahai para pedagang, apakah di
antara tuan-tuan ada yang berasal dari kota Makkah?”
“Ya, aku penduduk Makkah,” sahut
Thalhah.
“Sudah munculkah orang di antara
kalian orang bernama Ahmad?” tanyanya.
“Ahmad yang mana?”
“Ahmad bin Abdullah bin Abdul
Muthalib. Bulan ini pasti muncul sebagai Nabi penutup para Nabi. Kelak ia akan
hijrah dari negerimu ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya.
Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam.
Sebaiknya engkau segera menemuinya wahai anak muda,” kata pendeta itu.
Ucapan pendeta itu begitu membekas
di hati Thalhah bin Ubaidillah, sampai tanpa menghiraukan kafilah dagang di
pasar ia langsung pulang ke Makkah. Setibanya di Mekkah, ia langsung bertanya
kepada keluarganya,
“Ada peristiwa apa sepeninggalku?”
“Ada Muhammad bin Abdullah mengatakan
dirinya Nabi dan Abu Bakar As Siddiq telah mempercayai dan mengikuti apa yang
dikatakannya,” jawab mereka.
“Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang
yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi
dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai majelisnya, karena dia
ahli sejarah Quraisy,” gumam Thalhah bin Ubaidillah lirih.
Setelah itu Thalhah bin Ubaidillah
langsung menemui Abu Bakar As Siddiq dan bertanya: “Benarkah Muhammad bin
Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau mengikutinya?” Abu Bakar menjawab:
“Betul.” Kemudian Abu Bakar As-Siddiq menceritakan kisah Muhammad sejak
peristiwa di gua Hira’ sampai turunnya ayat pertama. Abu Bakar As Siddiq
mengajak Thalhah bin Ubaidillah untuk masuk Islam.
Usai Abu Bakar As-Siddiq bercerita
Thalhah bin Ubaidillah ganti bercerita tentang pertemuannya dengan pendeta
Bushra. Abu Bakar As-Siddiq tercengang. Lalu Abu Bakar As-Siddiq mengajak
Thalhah bin Ubaidillah untuk menemui Muhammad dan menceritakan peristiwa yang
dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah bin Ubaidillah
langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.
Bagi keluarganya, masuk Islamnya
Thalhah bin Ubaidillah bagaikan petir di siang bolong. Keluarganya dan
orang-orang satu sukunya berusaha mengeluarkannya dari Islam. Mulanya dengan
bujuk rayu, namun karena pendirian Thalhah bin Ubaidillah sangat kokoh, mereka
akhirnya bertindak kasar.
Mendapat Gelaran Syahid yang hidup
Siksaan demi siksaan mulai mendera
tubuh anak muda yang santun itu. Sekelompok pemuda menggiringnya dengan tangan
terbelenggu di lehernya, orang-orang berlari sambil mendorong, memacu dan memukuli
kepalanya, dan ada seorang wanita tua yang terus berteriak mencaci maki Thalhah
bin Ubaidillah, yaitu ibunya, Ash-Sha’bah. Tak hanya itu, pernah seorang lelaki
Quraisy, Naufal bin Khuwailid yang menyeret Abu Bakar As-Siddiq dan Thalhah bin
Ubaidillah mengikat keduanya menjadi satu dan mendorong ke algojo sampai darah
mengalir dari tubuh sahabat yang mulia ini.
Peristiwa ini mengakibatkan Abu
Bakar As-Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah digelari Al-Qarinain atau sepasang
sahabat yang mulia. Tidak hanya sampai disini saja cobaan dan ujian yang
dihadapi Thalhah bin Ubaidillah, semua itu tidak membuatnya surut, melainkan
makin besar bakti dan perjuangannya dalam menegakkan Islam, hingga banyak gelar
dan sebutan yang didapatnya antara lain “Assyahidul Hayy”, atau
“Syahid Yang Hidup”.
Julukan ini diperolehnya dalam
perang Uhud. Saat itu barisan kaum muslimin terpecah belah dan kocar-kacir dari
samping Rasulullah. Yang tersisa di dekat beliau hanya 11 orang Anshar dan
Thalhah bin Ubaidillah dari Muhajirin. Rasulullah dan orang-orang yang
mengontrol beliau naik ke bukit tadi dihadang oleh kaum musyrikin.
“Siapa
berani melawan mereka, dia akan menjadi temanku kelak di surga,” seru
Rasulullah. “Aku Wahai Rasulullah,” kata Thalhah bin Ubaidillah. “Tidak, jangan
engkau, kau harus berada di tempatmu.” “Aku ya Rasulullah,” kata seorang
prajurit Anshar. “Ya, majulah,” kata Rasulullah. Lalu prajurit Anshar itu
maju melawan prajurit-prajurit kafir. Pertempuran yang tak seimbang
mengantarkannya menemui kesyahidan.
Rasulullah
kembali meminta para sahabat untuk melawan orang-orang kafir dan selalu saja
Thalhah bin Ubaidillah mengajukan diri pertama kali. Tapi, senantiasa ditahan
oleh Rasulullah dan diperintahkan untuk tetap ditempat sampai 11 prajurit
Anshar gugur menemui syahid dan tinggal Thalhah bin Ubaidillah sendirian
bersama Rasulullah.
Saat
itu Rasulullah berkata kepada Thalhah bin Ubaidillah, “Sekarang engkau, wahai
Thalhah.” Dan majulah Thalhah bin Ubaidillah dengan semangat jihad yang
berkobar-kobar menerjang ke arah musuh dan mengusir agar jangan mendekati
Rasulullah. Lalu Thalhah berusaha menaikkan Rasulullah sendiri ke bukit,
kemudian kembali menyerang hingga tak sedikit orang kafir yang tewas.
Saat
itu Abu Bakar As-Siddiq dan Abu Ubaidah
bin Jarrah yang berada agak jauh dari Rasulullah telah sampai di dekat
Rasulullah. “Tinggalkan aku, bantulah Thalhah, kawan kalian,” seru Rasulullah.
Keduanya bergegas mencari Thalhah bin Ubaidillah, ketika ditemukan, ini dalam
kondisi pingsan, sedangkan badannya berlumuran darah segar. Tak kurang 79 luka
bekas tebasan pedang, tusukan tombak dan lemparan panah memenuhi tubuhnya.
Pergelangan tangannya putus sebelah.
Dikiranya
Thalhah sudah gugur, ternyata masih hidup. Karena itulah gelar syahid yang
hidup diberikan Rasulullah. ” Siapa yang ingin melihat orang berjalan di muka
bumi setelah mengalami kematiannya, maka lihatlah Thalhah,” sabda Rasulullah.
Sejak
saat itu bila orang membicarakan perang Uhud dihadapan Abu Bakar As-Siddiq,
maka beliau selalu menyahut, ” Perang hari itu adalah peperangan Thalhah
seluruhnya sampai akhir hayatnya . ”
Gelaran “Burung Elang Hari Uhud”
Dalam riwayat lain, Thalhah juga
diberi julukan lain yaitu “Burung Elang Hari Uhud”. Thalhah memang merupakan
salah satu pahlawan dalam barisan tentara perang Uhud. Ia siap berkorban demi
membela Nabi SAW. Ia memang patut ditempatkan pada barisan depan karena ALLAH
menganugrahkan kepada dirinya tubuh kuat dan kekar, keimanan yang teguh dan
keikhlasan pada agama ALLAH. Akhirnya kaum musyrikin pergi meninggalkan medan
perang. Mereka mengira Rasulullah SAW telah tewas.
Alhamdulillah, Rasulullah s.a.w
selamat walaupun dalam keadaan menderita luka-luka. Baginda dipapah oleh
Thalhah menaiki bukit yang ada di ujung medan pertempuran. Tangan, tubuh dan
kakinya diciumi oleh Thalhah, seraya berkata, “Aku tebus engkau Ya Rasulullah
saw. dengan ayah ibuku.” Nabi SAW tersenyum dan berkata, ” Engkau adalah
Thalhah kebajikan.” Di hadapan para sahabat Nabi SAW bersabda, ” Keharusan bagi
Thalhah adalah memperoleh ….” Yang dimaksud nabi SAW adalah memperoleh surga.
Sejak peristiwa Uhud itulah Thalhah bin Ubaidah mendapat julukan “Burung Elang Hari Uhud.”
Kedermawanan Thalhah bin Ubaidillah
Kemurahan dan kedermawanan Thalhah
bin Ubaidillah patut kita contoh dan kita teladani. Dalam hidupnya ia memiliki
tujuan utama yaitu bermurah dalam pengorbanan jiwa. Thalhah bin
Ubaidillah merupakan salah seorang dari sepuluh orang yang pertama masuk
Islam, dimana pada saat itu satu orang bernilai seribu orang.
Sejak awal keislamannya sampai akhir
hidupnya dia tidak pernah mengingkari janji. Janjinya selalu tepat. Ia juga
dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi berkhianat. Thalhah
bin Ubaidillah bagaikan sungai yang airnya mengalir terus menerus mengairi
dataran dan lembah. Ia adalah seorang dari kaum muslimin yang kaya raya, tapi
pemurah dan dermawan. Istrinya bernama Su’da binti Auf.
Pada suatu hari istrinya melihat
Thalhah bin Ubaidillah sedang murung dan duduk termenung sedih. Melihat kondisi
suaminya, sang istri segera menanyakan penyebab kesedihannya dan Thalhah
menjawab,
” Uang yang ada di tanganku sekarang
ini begitu banyak sehingga memusingkanku. Apa yang harus kulakukan? ”
Maka istrinya berkata, “Uang yang
ada ditanganmu itu bagi-bagikanlah kepada fakir-miskin.” Maka
dibagi-bagikannyalah seluruh uang yang ada ditangan Thalhah tanpa meninggalkan
sepeserpun.
As-Saib bin Zaid berkata tentang
Thalhah bin Ubaidillah, katanya, ” Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam
perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih
dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang, sandang dan
pangannya.”
Jabir bin Abdullah berbicara, ” Aku
tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Thalhah walaupun tanpa
diminta.” Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki “Thalhah si dermawan”, ”
Thalhah si konduktor harta “,” Thalhah kebaikan dan kebajikan “.
Wafatnya Thalhah bin Ubaidillah
Sewaktu terjadi pertempuran
“Al-jamal”, Thalhah (di pihak lain) bertemu dengan Ali bin Abu
Thalib dan memperingatkan agar ia mundur ke barisan paling belakang.
Sebuah panah beracun mengenai betisnya, maka dia segera dipindahkan ke Basrah
dan tak berapa lama kemudian karena lukanya ia wafat. Thalhah bin Ubaidillah
wafat pada usia 60 tahun dan dimakamkan di suatu tempat dekat padang rumput di
Basrah.
Sesungguhnya Thalhah bin Ubaidillah
berharap bisa gugur ketika berjuang bersama Rasulullah Saw. saat menghadapi
musuh Islam. Namun, ketentuan Ilahi menghendaki dia tewas di tangan orang Islam
sendiri. Rasulullah pernah berkata kepada para sahabat, “Orang ini termasuk
yang gugur, dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan di atas
bumi maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah”.
Hal itu juga dikatakan Allah dalam
firmanNya:
Artinya : “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati
apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang
gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka
sedikitpun tidak merubah janjinya. ” (Al-Ahzaab: 23).
Sumber : Kisah Teladan
Posting Komentar untuk "Sahabat Jaminan Surga. (5) Thalhah bin Ubaidillah"