Perbedaan Muhbithot dan Mufatthirot dalam Puasa Ramadhan
Perbedaan Muhbithot dan Mufatthirot dalam Puasa Ramadhan
Puasa Batal - Imam Hasan bin Ahmad bin Muhammad Salim Al Kaff dalam kitab التقريرات السديدة في المسائل المفيدة menjelaskan bahwa perkara yang membatalkan puasa ada 2 (dua) kategori, yaitu Muhbithot dan Mufatthirot.
Muhbithot, Hilangnya Pahala Puasa
Muhbithot dapat menggugurkan pahala berpuasa, sehingga dengan melakukan hal-hal yang masuk kategori ini puasanya tetap sah namun pahala puasanya berkurang atau bahkan hilang tinggal menyisakan dahaga dan lapar saja. sebagaimana sabda nabi Muhammad saw,
كم من صائم ليس له من صيامه الا الجوع والعطش
Artinya : "Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut, kecuali rasa lapar dan dahaga,"
Perkara yang termasuk kategori Muhbithot diantaranya ialah :
- Ghibah, yaitu menyebutkan kejelakan sesama pada orang lain yang sekiranya bila didengar menimbulkan rasa tidak senang, walaupun itu benar adanya. Sebab, bila yang disampaikan adalah hal yang dibuat-dibuat atau tidak benar maka namanya fitnah.
- Namimah, yaitu suatu perilaku mengadu domba atau menyebar fitnah antara seseorang dengan orang lain dengan tujuan agar saling bermusuhan/tidak suka.
- Bohong, yaitu menyampaikan berita yang tidak sesuai dengan kejadiannya.
- Melihat perkara yang diharamkan atau perkara halal yang dapat membangkitkan syahwat.
- Sumpah palsu / bohong.
- Perkataan kotor, cacian, makian, dan sesamanya.
Dalam hadis dijelaskan sebagai berikut,
خمس يفطرن الصائم الكذب والغيبة والنميمة واليمين الكاذبة والنظر بشهوة
Artinya : “Lima perkara yang membatalkan orang yang berpuasa; dusta, ghibah, adu domba, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat“.
Tentang hadis diatas Imam ad Dailami meriwayatkan dalam al Firdaus bahwa ulama' berpendapat batalnya puasa tersebut diartikan dengan hilangnya pahala puasa.
Dalam hadis yang lain, Imam Bukhari dalam kitab Shohih Bukhari hadis ke 1903 menyebutkan,
من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه
Artinya : “Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan berbuat dusta, maka Allah tidak peduli ia meninggalkan makan dan minumnya“.(HR. Bukhari)
Mufatthirot, Perkara yang membatalkan Puasa
Mufatthirot ialah perkara-perkara yang dapat membatalkan puasa. Apabila seseorang melakukan mufatthirot ini maka puasanya menjadi batal. Mufatthirot ada 8 (depalan), yaitu :
- Murtad, ialah keluar dari agama Islam baik disebabkan oleh niat, perkataan, maupun perbuatan sekalipun terjadi hanya sebentar saja.
- Haid, Nifas, dan Melahirkan. Seorang perempuan yang haid di siang hari saat berpuasa maka puasanya batal walaupun jarak keluarnya haid dengan berbuka puasa tinggal sebentar.
- Gila.
- Mabuk atau ayan-ayanan. Mabuk yang dapat membatalkan puasa ialah mabuk yang terjadi sepanjang hari puasa. Apabila terjadinya hanya sebentar maka puasanya tidak batal.
- Jima'.
- Sampainya sesuatu benda ke dalam perut melalui rongga terbuka.
- Keluar mani dengan disengaja.
- Muntah dengan sengaja.
Jima' Pada Siang Hari Ramadhan
Seseorang yang dalam keadaan berpuasa jima' atau bersetubuh disiang hari bulan Ramadhan dengan sengaja, mengetahui keharaman jima dan tidak dipaksa maka puasanya batal. Selain itu apabila batalnya puasa disebabkan oleh jima' maka baginya berlaku 5 (lima) hukum :
- Dosa
- Wajib menahan diri hingga waktu berbuka
- Wajib dita'zir oleh hakim
- Wajib Qadha' puasa
- Wajib melakukan kafarah berikut, apabila tidak mampu maka pindah pada kafarah selanjutnya secara berurutan, yaitu memerdekakan budak, berpuasa dua bulan berurutan, atau memberi makan kepada 60 orang miskin dalam setiap orang miskin 1 mud. Hukum kafarat ini berlaku bagi orang laki-laki bukan perempuan, sebab pelaku jima' murni dimulai dari masuknya hasyafahnya laki-laki bukan perempuan.
Suntik Saat Puasa
Menyuntik saat berpuasa hukumnya boleh apabila dhorurat. Ulama' berbeda pendapat tentang batal tidaknya pada puasa. Dalam hal ini terdapat 3 (tiga) pendapat :
Pertama : Pendapat ini mengatakan batal secara mutlaq sebab sampai pada rongga (al Jauf). Kedua : Pendapat kedua menjelaskan bahwa tidak membatalakan puasa sebab sampainya pada rongga (al Jauf) tidak melewati saluran terbuka. Ketiga : Pendapat terakhir ini ialah pendapat yang lebih ashah, dengan merinci sebagai berikut,
1. Apabila dapat mengenyangkan maka membatalkan puasa.
2. Apabila tidak dapat mengenyangkan maka jika suntikan melewati urat nadi maka membatalkan puasa, jika tidak maka puasanya tidak batal.
Menelan Ingus atau Balgham
Bagaimana bila orang yang berpuasa menelan ingus atau balgham, apakah puasanya batal?
Apabila ingus atau balgham dikeluarkan sudah sampai pada batas luar lalu menelannya maka puasanya batal, berbeda halnya apabila ingus itu keluar dengan sendirinya namun kesulitan untuk meludahkan dan tertelan maka tidak batal.
Batas luar yang maksud ialah tempat keluarnya hurum Kha' (خ), sedangakan batas dalam ialah tempat keluarnya huruf Ha' (هـ). Ulama' berbeda pendapat tentang tempat keluarnya huruf Ha' (ح), apakah masuk batas luar atau dalam. Imam Nawawi menganggap masuk kategori batas dhahir, sehingga apabila ingus atau balgham sudah sampai pada batas ini kemudia tertelan maka puasanya batal, sedangkan Imam Rafi'i berpendapat sebaliknya.
Keluar Mani Saat Puasa
Mengeluarkan mani dengan tangannya sendiri atau tangan istrinya dapat membatalkan puasa. Begitu juga apabila keluarnya sebab melihat atau berfikir tentang perkara yang menurut kebiasaannya dapat mengeluarkan mani.
Hukum Ciuman Saat Puasa
Haram berciuman saat berpuasa apabila dapat membangkitkan syahwat, bila tidak maka hukumnya Khilaful Aula. Puasa bisa batal apabila keluar mani dengan disebabkan berciuman.
Keterangan : Khilaful Aula ini apabila yang dicium ialah istri sendiri atau seorang yang halal untuk dicium.
Posting Komentar untuk "Perbedaan Muhbithot dan Mufatthirot dalam Puasa Ramadhan"