Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nasehat Cinta Dalam Bait Alfiyah Ibnu Malik

Nasehat Cinta Dalam Bait Alfiyah Ibnu Malik

Bait Cinta - Bait Alfiyah merupakan fan dalam ilmu nahwu terdiri dari 1002 bait, dalam beberapa contoh dan keterangnya kadang dapat dimaknai pada ranah lain termasuk juga sebagai acuan nasehat cinta bagi santri yang mengkajinya. Berikut beberapa nasehat cinta ala bait Alfiyah :

Nasehat Cinta Dalam Bait Alfiyah Ibnu Malik


1. Utamakan Yang Dekat

وَفِي اخْتِيَارٍ لاَ يَجِيء الْمُنْفَصِلْ #  إذَا تَأَتَّى أنْ يَجِيء الْمُتَّصِلْ

Dalam kondisi normal tidak perlu mendatangkan dhamir munfashil. Selama masih bisa menggunakan dhamir muttashil (bait ke-63)

Penjelasan inti terkait dhamir muttashil dan munfashil, namun bait ke-63 ini juga mengandung multitafsir. Misalnya dalam hal makan dan minum, ada yang mengartikan untuk lebih baik pakai tangan langsung ketimbang pakai sendok, alasannya sunah rasul, dikaitkan dengan dalil nahwunya pakai bait ini. Selagi tangan sendiri (muttashil) masih bisa, tidak perlu pakai sendok (benda munfshil). Juga dalam urusan maksimalisasi potensi diri, bait ini menyarankan untuk berusaha sendiri tanpa minta bantuan orang lain.

Sementara dalam urusan cinta dan pernikahan bait di atas menyarankan untuk mencari pasangan dari lingkungan terdekat dan sepikiran dengan kita. Seperti masih satu Sekolah, satu pesantren, satu kantor, satu desa, dan seterusnya. Alasannya jelas karena kita lebih paham karakter mereka dari pergaulan setiap hari.

Utamanya bagi santri, mencari pasangan dari santri sepesantren terasa lebih asyik karena masih sama-sama satu guru. Sehingga pemikiran dan pemahaman lebih selaras dan singkron. Tetapi kalau sudah keadaan tidak normal alias darurat, tidak mengapa mencari pasangan dari lingkungan, komunitas, atau daerah lain.

 

2. Pasangan Bisa Berasal Dari Orang Yang Belum Kita Kenal

فَقَدْ يَكُونَانِ مُنَكَّرَيْنِ  #كَمَا يَكُونَانِ مُعَرَّفَيْنِ

Terkadang ma’thuf dan ma’thuf alaihi sama-sama nakirah sebagaimana keduanya sama-sama ma’rifat (bait ke-537)

Fungsi athaf dalam bahasa Indonesia sama seperti kata penghubung. Bait ini menjelaskan bahwa antara kata sebelum dan sesudah penghubung bisa sama-sama berupa isim nakira atau Makrifat.

Dalam pembahasan cinta dan jodoh, fenomena bertemu jodoh pada umumnya sebab sama-sama kenal dan akrab. Namun ada pula yang bertemu jodohnya tanpa diduga dan tanpa perkenalan mendalam sebelumnya. Tahu-tahu kenal, langsung cepat nikah. Itu bisa saja terjadi dan boleh terjadi.

 

3. Cara Menentukan Sikap Saat Dua Pelamar Datang

إِنْ عَامِلاَنِ اقْتَضَيَا فِي اسْمٍ عَمَلْ #  قَبْلُ فَلِلْوَاحِدِ مِنْهُمَا الْعَمَلْ

وَالْثَّانِ أَوْلَى عِنْدَ أَهْلِ الْبَصْرَهْ  # وَاخْتَار عَكْسَاً غَيْرُهُمْ ذَا أسْرَه

 

Bila sebelum isim terdapat dua amil, Keduanya menuntut beramal pada isim tersebut. Maka amal hanya bagi salah satu dari keduanya, Amil kedua lebih utama beramal menurut Ahli bashrah. Sedangkan ulama lain memilih amil pertama yang beramal (bait ke-278-279)

Seorang perempuan saat dihadapkan pada dua pilihan lelaki yang datang melamar, maka jangan bingung menentukan sikap. Bait ini memberikan arahan untuk mantapkan hati dan pikiran dalam memilih mana yang dirasa paling tepat. Seperti pendapat dua kubu nahwu Basrah dan Kufah. Memilih orang pertama karena ia lebih dahulu mengetuk pintu hati. Atau pilih yang kedua karena lebih baru, masih hangat-hangatnya. Apa pun itu standar pilihannya, jangan tinggalkan ketakwaan sebagai salah prioritas utamanya.

 

4. Jangan Menikung, Cek Dulu Orang Yang Akan Dilamar

 …# وَهَلْ فَتَىً فِيْكُمْ فَمَا خِلٌّ لَنَا

Adakah seorang pemuda di sisimu? Kami tak punya kekasih (separuh awal bait ke-126)

Bait di atas ialah contoh dari mubtada yang berupa isim nakirah. Pengecualian dari ketentuan awal bahwa mubtada harus berupa makrifat, disebabkan adanya huruf istifham atau kata tanya di awal kalam.

Bait ini saat dikaitkan dengan percintaan atau pencarian pasangan hidup, seseorang harus mencari tahu lebih dulu apakah orang yang akan dilamar masing single ataukah sudah ada yang mendahului melamar, bila sudah ada maka jangan teruskan, sebab menikung teman dilarang oleh agama. Dalam hadis dijelaskan tentang larangan untuk melamar wanita yang telah dilamar oleh orang lain. “… Rasulullah melarang seorang melamar wanita lamaran saudara sesama muslimnya kecuali si pelamar itu meninggalkan atau memberi izin kepadanya,” (H.R. Bukhari).

 

5. Hubungan CInta Jarak Jauh

وَعُلْقَةٌ حَاصِلَةٌ بِتَابِعِ #كَعُلْقَةٍ بِنَفْسِ الاِسْمِ الْوَاقِعِ

Persambungan syaghil dan isim sabiq yang terjadi melalui dhamir yang dibawa kalimat pengikut (tabi’) Mencukupi untuk menjadi penyambung. Sebagaimana dhamir penyambung yang ada di isim syaghil sendiri (bait ke 266)

Bab istighal ‘amil an al-ma’mul termasuk bagian yang rumit untuk dijelaskan. Dalam bait ini dapat diterangkan dengan memakai contoh kata Zaidan dharabtu ghulamahu (si Zaid, saya pukul pembantunya). Kata ganti hu merupakan isim dhamir yang harus ada untuk menghubungkan amil (dharabtu) dengan zaidan sebagai isim sabiq yang semula adalah ma’mul. Keberadaan kata ganti penghubung itu boleh juga menempat pada kata yang menjadi sifat dari kata yang jadi ma’mul fiil. Contoh Zaidan dharabtu ghulaman yadhribuhu (si Zaid, saya pukul pembantu yang memukul Zaid).

Begitu pula dalam lika liku cinta, terkadang keadaan mengharuskan perpisahan sementara waktu. Bagi yang masih sekedar ikatan pranikah, tentu lebih sering menggunakan alat lain untuk berkomunikasi. Makna bait di atas untuk hubungan jarak jauh ini adalah, cinta yang tersambung dengan perantara (WA, FB, IG) sama bermaknanya dengan kehadiran sepasang kekasih. Karena, hadirnya perantara sama indahnya dengan hadirnya sang kekasih.


Posting Komentar untuk "Nasehat Cinta Dalam Bait Alfiyah Ibnu Malik"