Peran Haman dan Lelaku Beriman dari Keluarga Fir'aun
Peran Haman dan Lelaku Beriman dari Keluarga Fir'aun
Pertarungan antara keimanan dan kekufuran, antara hak dan batil akan
senantiasa ada di setiap zaman. Dengannya akan tersingkap jati diri para
pembela dan pendukung dari masing-masing pihak. Para pembela dan pendukung
kebathilan terus mencari–cari dalih untuk membenarkan kebathilan mereka, dan
menempuh segala cara untuk membela dan mempertahankannya. Sedangkan ahlul haq
mereka senantiasa bertawakkal kepada Allah, dan menempuh cara-cara yang
diridhai Allâh Azza wa Jalla sampai datang kemenangan yang di janjikan. Allâh
Azza wa Jalla berfirman.
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ
وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
“Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.”
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.
Maka ambilah pelajaran dari kisah ini, wahai Ulil Albab! Allâh Azza wa
Jalla telah mengutus Nabi Musa kepada Fir’aun dan para pembesarnya seperti
Haman dan Qarun. Saat itu, Fir’aun seorang raja, Haman menteri dan Qarun adalah
orang Israil yang merupakan kaum Nabi Musa tapi ia memeluk agama Fir’aun
sekaligus pembesarnya dan dia memiliki harta melimpah.
Saat nabi Musa as. mendatangi mereka membawa kebenaran, membawa bukti
ayat-ayat Allâh SWT dan keterangan yang nyata dari sisi Allâh, Fir’aun tetap
dalam kesesatannya bahkan semakin sesat dan menyesatkan dan terus melanjutkan
kesewenangan dan keingkarannya. Oleh karena itu dengan nada mengingkari
kerasulan dan kenabian Musa, mereka (Fir’aun dan para pembesarnya) mengatakan “Musa
adalah seorang ahli sihir yang pendusta” [Al-Mu’min/Ghâfir/40:24]
Fir’aun melakukan itu, karena ia mengingkari adanya Rabb yang maha
pencipta dan enggan beribadah kepada-Nya, bahkan dia mengaku-ngaku dirinya
tuhan yang diibadahi sebagaimana Allâh Azza wa Jalla berfirman :
فَحَشَرَ فَنَادَىٰ
﴿٢٣﴾ فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ
“Maka ia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil
kaumnya seraya berkata’akulah tuhan kalian yang paling tinggi.” [An Nazi’ât/79:23-24]
Sementara itu, para pembesar kaum Fir’aun menyarankan raja mereka yaitu
Fir’aun agar menyiksa Nabi Musa dan merubah keimanan dengan kekafiran serta
melakukan penolakan dan penyiksaan. Mereka juga membisikkan bahwa dakwah Nabi
Musa merupakan sesuatu yang akan merusak keyakinan bangsa Qibthi.
Para pembesar kaum Fir’aun berkata kepada Fir’aun, “Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya
untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta
tuhan-tuhanmu?”, kemudian mereka mengusulkan sesuatu yang Allâh abadikan
perkataan mereka ini:
قَالُوا اقْتُلُوا
أَبْنَاءَ الَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ وَاسْتَحْيُوا نِسَاءَهُمْ ۚ وَمَا كَيْدُ
الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ
Mereka berkata, “Bunuhlah anak-anak orang-orang yang beriman bersama
dengan dia dan biarkanlah hidup wanita-wanita mereka.” Dan tipu daya
orang-orang kafir itu tak lain hanyalah sia-sia (belaka). [Al-Mu’min/Ghâfir/40:25]
Setelah semua hujjah telah sampai kepada Fir’aun, dan ia tidak dapat
berbuat apapun kecuali hanya ingkar, dan dengan provokasi para pembesarnya maka
ia mulai menggunakan kekuasaan. Fir’aun mengamini hasutan para pembesarnya
dengan mengatakan “kita akan bunuh anak-anak laki-laki mereka (para pengikut
Musa) dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka dan sesungguhnya kita
berkuasa penuh atas mereka.” Mereka membunuh anak-anak orang beriman dan
membiarkan hidup wanita-wanitanya, bahkan mereka berencana untuk membunuh Musa
Alaihissalam. Sebagaimana yang Allâh Azza wa Jalla beritakan :
وَقَالَ فِرْعَوْنُ
ذَرُونِي أَقْتُلْ مُوسَىٰ وَلْيَدْعُ رَبَّهُ ۖ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُبَدِّلَ دِينَكُمْ أَوْ أَنْ يُظْهِرَ
فِي الْأَرْضِ الْفَسَادَ
Dan berkata Fir’aun (kepada pembesar-pembesarnya): “Biarkanlah aku
membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Rabbnya, karena sesungguhnya aku
khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.” [Al-Mu’min/Ghâfir/40:26]
Mendengar hal tersebut salah seorang dari keluarga Fir’aun yang beriman
kepada Nabi Musa, yang menyembunyikan keimanannya memberikan argumen dan
pendapatnya dalam rangka membela Nabi Musa. Allâh Azza wa Jalla mengisahkan
tentang laki-laki yang beriman dari keluarga Fir’aun ini dalam firman-Nya:
وَقَالَ رَجُلٌ
مُؤْمِنٌ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ إِيمَانَهُ أَتَقْتُلُونَ رَجُلًا أَنْ يَقُولَ
رَبِّيَ اللَّهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ وَإِنْ يَكُ كَاذِبًا
فَعَلَيْهِ كَذِبُهُ ۖ وَإِنْ يَكُ صَادِقًا يُصِبْكُمْ بَعْضُ الَّذِي يَعِدُكُمْ ۖ إِنَّ اللَّهَ
لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ
Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun
yang menyembunyikan imannya berkata: “Apakah kamu akan membunuh seorang
laki-laki karena dia menyatakan: “Tuhanku ialah Allah padahal dia telah datang
kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang
pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang
yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan
menimpamu.” Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas
lagi pendusta. [Al-Mu’min/Ghâfir/40:28]
Maksudnya, bahwa orang ini menyembunyikan keimanannya ketika Fir’aun
bermaksud membunuh Nabi Musa lalu meminta pendapat dari para pembesarnya, maka
orang ini mengkhawatirkan Nabi Musa, kemudian ia (dengan keberaniannya) namun
tetap dengan lemah lembut menyarankan agar (Fir’aun) tidak melakukan niatnya
tersebut. Ia sampaikan itu sebatas pada usulan dan penyampaian pendapat.
Yang masyhur (dari pendapat para Ulama) lelaki Mukmin ini adalah orang
Qibthi dari keluarga Fir’aun. As-Sudiy mengatakan, “Dia adalah anak paman
Fir’aun’ dan ada juga yang mengatakan bahwa dia termasuk orang yang selamat
bersama Musa. Ibnu Jarir memilih pendapat ini dan membantah orang yang
mengatakan bahwa lelaki tersebut berasal dari orang Israil (dengan bukti)
Fir’aun mau memperhatikan dan mau mendengarkan perkataannya dan tidak jadi
membunuh Musa (pada saat itu). Seandainya orang ini adalah dari bangsa Israil
tidak diragukan lagi tentu dia akan segera mendapatkan hukuman karena dia
termasuk orang Israil. Dan Ibnu Juraij dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa tidak
ada yang beriman diantara keluarga Fir’aun kecuali laki-laki ini dan istri
Fir’aun. Lelaki inilah yang datang dari
ujung kota bergegas-gegas seraya berkata, “Hai Musa, sesungguhnya pembesar
negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, oleh karena itu
keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi
nasehat kepadamu.” diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hâtim.
Laki-laki yang beriman dan menyembunyikan keimanannya dari kaumnya ini,
tidak menampakkan keimanannya kecuali pada hari dimana Fir’aun mengatakan akan
membunuh Musa, maka lelaki tersebut menampakkan keimanannya dan berani
menampakkannya di hadapan Fir’aun. Ini dia lakukan karena Allâh Azza wa Jalla.
Bahkan dia berani menasehati Fir’aun dengan perkataannya yang sangat santun.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ
كَلِمَةُ عَدْلٍ (وَفِي رِوَايَةٍ:حَقٍّ) عِنْدَ سُطَانٍ جَائِرٍ
Jihad yang paling utama adalah (menyampaikan) perkataan adil (dalam
riwayat yang lain perkataan hak) dihadapan pemimpin yang lalim.
Apa yang dilakukan lelaki ini merupakan tingkatan jihad yang paling
tinggi. Ucapan anak pamannya ini merupakan salah satu bentuk keadilan dan
kebenaran, karena dalam penyampaian pendapat itu ia telah membuka rahasia
keimanannya yang selama ini ia sembunyikan.
وَقَالَ رَجُلٌ
مُؤْمِنٌ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ إِيمَانَهُ
Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun
yang menyembunyikan imannya berkata:
أَتَقْتُلُونَ
رَجُلًا أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللَّهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ
Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan:
“Tuhanku ialah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa
keterangan-keterangan dari Tuhanmu.
Apakah kamu akan membunuh seseorang karena dia mengatakan tuhannya
adalah Allâh padahal dia datang dengan membawa berbagai mukjizat dan kejadian
luar biasa yang telah dijanjikan dan telah kalian saksikan. Ini adalah bukti
nyata yang menunjukkan kebenaran ajarannya dan Musa adalah seorang utusan
Allâh.
وَإِنْ يَكُ كَاذِبًا
فَعَلَيْهِ كَذِبُهُ ۖ وَإِنْ يَكُ صَادِقًا يُصِبْكُمْ بَعْضُ الَّذِي يَعِدُكُمْ ۖ إِنَّ اللَّهَ
لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ
Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya
itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang
diancamkannya kepadamu akan menimpamu.” Sesungguhnya Allâh tidak menunjuki
orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. [Al-Mu’min/Ghâfir/40:28]
Jika dia pendusta dan engkau membiarkannya tetap hidup maka engkau akan
selamat dan hal itu tidak akan mendatangkan mudharat kepadamu. Jika dia orang
yang benar namun engkau menentangnya niscaya sebagian bencana yang diancamkan
kepadamu akan menimpamu, tentu kalian tidak ingin mendapat sebagian kecil dari
adzab itu, lalu bagaimana jika semua bencana itu menimpa kalian?!
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Nasehat seperti ini merupakan
perkataan yang diungkapkan dengan nilai kelembutan yang sangat tinggi,
kekokohan dan akal yang sempurna.
يَا قَوْمِ لَكُمُ
الْمُلْكُ الْيَوْمَ ظَاهِرِينَ فِي الْأَرْضِ فَمَنْ يَنْصُرُنَا مِنْ بَأْسِ اللَّهِ
إِنْ جَاءَنَا
Hai kaumku! Untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka
bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari adzab Allâh jika adzab itu menimpa
kita! [Al-Mu’min/Ghâfir/40:29]
Orang yang beriman dan berakal sempurna itu memberikan nasehat kepada
kaumnya. Dia berkata, ”Wahai kaumku! Untuk kalianlah kerajaan pada hari ini
dengan berkuasa di muka bumi” maksudnya kalian orang yang berkuasa dan
mengendalikan mereka. ”Siapakah yang akan menolong kita dari adzab Allâh jika
adzab-Nya menimpa kita” maksudnya meskipun jumlah kalian berlipat ganda dan
berkekuatan besar, namun itu semua tidak akan bermanfaat bagi kalian dan tidak
akan dapat menolak siksa dan adzab Raja diraja (Allâh Azza wa Jalla ).
Dia mengingatkan mereka jangan sampai kerajaan ini dicabut dari mereka.
Karena, tidaklah suatu negeri itu bertentangan dengan agama melainkan negeri
itu akan dilenyapkan dan akan dihinakan setelah dimuliakan.
Itu juga terjadi pada keluarga Fir’aun, mereka masih terus dalam
keraguan serta tetap melancarkan perlawanan dan pengingkaran terhadap apa yang
dibawa oleh Nabi Musa Alaihissalam kepada mereka sehingga Allâh Azza wa Jalla
mengambil kerajaan, kekuasaan, istana, kekayaan, kenikmatan dan kesenangan yang
ada pada mereka lalu mereka ditenggelamkan ke lautan dalam keadaan hina.
Kehormatan dan kedudukan tinggi mereka berubah menjadi kehinaan dan tempat yang
paling rendah.
Kemudian Allâh Azza wa Jalla menceritakan bagaimana Fir’aun berkhianat
dan menipu kaumnya dalam bantahannya terhadap perkataan orang yang beriman
tadi.
قَالَ فِرْعَوْنُ مَا أُرِيكُمْ إِلَّا مَا أَرَىٰ وَمَا أَهْدِيكُمْ
إِلَّا سَبِيلَ الرَّشَادِ
Fir’aun berkata, “Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang
aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.” [Al-Mu’min/Ghâfir/40:29]
Fir’aun berdusta dalam perkataan dan bantahannya ini. Dia berkhianat
kepada Allâh dan Rasul-nya dan juga kepada rakyatnya. Dia menipu rakyatnya
dengan nasehatnya dan mengatakan, “dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain
jalan yang benar” yaitu maksudnya tidaklah apa yang aku serukan kepada kalian
ini kecuali akan menuju jalan kebenaran dan kebaikan serta jalan petunjuk. Ini
merupakan kedustaannya walaupun kemudian para pengikutnya mematuhinya dan
mengikutinya. Allâh berfirman, “tetapi mereka mengikut perintah Fir’aun,
padahal perintah Fir’aun sekali-kali bukanlah (perintah) yang benar.” dan Allâh
berfirman: Dan Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
مَا مِنْ إِمَامٍ
يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَهُوَ غَاشٌ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ
الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ
Tidaklah diantara para pemimpin yang mati dimana pada hari kematiannya
dalam keadaan dia khianat kepada rakyatnya kecuali dia tidak mencium wanginya
surga dan sesungguhnya wanginya surga itu akan tercium dari jarak sejauh 500
tahun (perjalanan)
Demikian sedikit kisah keimanan lelaki dari keluarga Fir’aun, semoga
bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.
Tulisan ini disadur dari almanhaj.or.id dengan judul Lelaki Beriman Dari
Keluarga Fir’aun
Posting Komentar untuk " Peran Haman dan Lelaku Beriman dari Keluarga Fir'aun"