Wanita Haid Boleh Baca Al Quran
Wanita Haid - Al Quran sebagai pedoman hidup manusia yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ melalui malaikat Jibril. Membaca Al Qur'an merupakan keharusan bagi setiap muslim agar mendapatkan ketenangan hati serta kesejukan lagi terarah dalam menapaki jalan hidup yang sudah ditakdirkan pada masing-masing kehidupannya.
Manusia tercipta laki-laki perempuan, ada kondisi dimana perempuan menjalani masa menstruasi atau dalam hukum fikih dikenal dengan istilah haid. Haid terjadi secara berkala pada orang perempuan, biasanya 6 - 7 hari, minimal 24 jam dan maksimal 15 hari dengan berbagai problematikanya yang wajib diketahui oleh perempuan mapun laki-laki sebagai pemimpin bagi istri dan anaknya. Kemudian, bolehkan perempuan yang haid membaca Al Qur'an?
Wanita Haid Boleh Baca Al Quran
Adab Membaca Al Quran
Dalam membaca Alquran terdapat etika dan tata caranya,
sebab Al Quran sebagai kalam Allah SWT harus dimulyakan. Berikut diantara adab
dalam membaca Al Qur'an :
1. Membaca ta’awwudz.
Allah ta’alaa berfirman:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. (النحل:98(
“Apabila kamu membaca al-Qur’an, hendaklah kamu
meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (Qs. 16:98)
2. Membaca Al-Quran dengan tartil (sesuai dengan
kaidah-kaidah tajwid).
Allah ta’alaa berfirman:
وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلاً. (المزمل:4)
“Dan bacalah al-Qur’an itu dengan tartil.” (Qs. 73:4)
3. Dalam Keadaan suci.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إني كرهت أن أذكر الله إلا على طهر
“Sungguh aku membenci jika aku berdzikir kepada Allah
dalam keadaan tidak suci.” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan
oleh Syeikh Al-Albany)
4. Membersihkan mulut sebelum membaca Al-Quran dengan
siwak atau sikat gigi atau yang lain.
Berkata Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata:
إن أفواهكم طرق للقرآن . فطيبوها بالسواك
“Sesungguhnya mulut-mulut kalian adalah jalan-jalan
Al-Quran, maka wangikanlah mulut-mulut kalian dengan siwak.” (Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syeikh
Al-Albany di Shahih Ibnu Majah 1/110-111).
5. Memilih tempat yang bersih.
6. Hendaknya merenungi apa yang terkandung di dalam
Al-Quran.
Allah ta’ala berfirman:
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ
الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافاً كَثِيراً.
(النساء:82)
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau
kiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya.” (Qs. 4:82)
7. Memohon rahmat Allah jika melewati ayat-ayat rahmat
dan meminta perlindungan dari kejelekan ketika melewati ayat-ayat adzab.
Di dalam hadist Hudzaifah disebutkan bahwa suatu saat
beliau shalat malam bersama Rasulullah ﷺ kemudian beliau menceritakan bagaimana ﷺ membaca Al-Quran ketika
shalat:
إذا مر بآية فيها تسبيح سبح وإذا مر بسؤال سأل وإذا مر بتعوذ
تعوذ
“Jika melewati ayat yang di dalamnya ada tasbih
(penyucian kepada Allah) maka beliau bertasbih, dan jika melewati ayat tentang
permintaan maka beliau meminta, dan jika melewati ayat tentang memohon
perlindungan maka beliau memohon perlindungan.” (HR. Muslim)
8. Tidak membaca Al-Quran dalam keadaan mengantuk.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إذا قام أحدكم من الليل فاستعجم القرآن على لسانه فلم يدر
ما يقول فليضطجع
“Kalau salah seorang dari kalian shalat malam kemudian
lisannya tidak bisa membaca Al-Quran dengan baik (karena mengantuk) dan tidak
tahu apa yang dikatakan maka hendaklah dia berbaring.” (HR. Muslim)
(Lihat pembahasan lebih luas di At-Tibyan fii Aadaab Hamalatil Quran, An-Nawawy, dan Al-Itqan fii ‘Ulumil Quran, As-Suyuthi (1/276-299), Al-Burhan fii ‘Ulumil Quran, Az-Zarkasyi (1/449-480).
Hukum Wanita Haid Baca Al Qur'an
Pada dasarnya menurut jumhurul ulama orang yang sedang haid tidak diperbolehkan membaca Al-Qur`an. Hal ini didasarkan kepada beberapa dalil. Di antaranya adalah firman Allah SWT:
لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ - الواقعة
“Tidak ada yang menyentuhnya (al-Qur`an) kecuali
hamba-hamba yang disucikan” (Q.S. Al-Waqi’ah [56]: 79)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا تَقْرَأُ الحَائِضُ وَلَا اْلجُنُبُ
شَيْئاً مِنَ القُرْآنِ - رواه الدارقطني
“Dari Ibnu Umar ra ia berkata: Rasulullah SAW
bersbada: Tidak boleh orang yang haid dan orang yang dalam keadaan junub
membaca ayat Al-Qur`an” (HR Ad-Daruquthni).
وَتَحْرُمُ قِرَاءَةُ القُرْآنِ عَلَى نَحْوِ جُنُبٍ بِقَصْدِ
القِرَاءَةِ وَلَوْ مَعَ غَيْرِهَا لَا مَعَ الِإطْلَاقِ عَلَى الرَّاجِحِ وَلَا بِقَصْدِ
غَيْرِ الْقِرَاءَةِ كَرَدِّ غَلَطٍ وَتَعْلِيمٍ وَتَبَرُّكٍ وَدُعَاءٍ - عبد الرحمن باعلوي، بغية المسترشدين، بيروت-دار
الفكر.
“Dan haram membaca al-Qur`an bagi semisal orang junub dengan tujuan membacanya walaupun dibarengi dengan tujuan lainnya, dan menurut pendapat yang kuat tidak haram baginya bila memutlakkan tujuannya. Dan juga tidak haram tanpa adanya tujuan membacanya (al-Qur`an) seperti membenarkan bacaan yang keliru, mengajarkannya, mencari keberkahan dan berdoa,”. (Abdurrahman Ba’alwi, Bughyah al-Mustarsyidin, Bairut-Dar al-Fikr, h. 52)
Bahkan madzhab maliki memperbolehkan perempuan yang
haid membaca Al-Quran secara mutlak. Bahkan bagi perempuan yang mengajar atau
diajar (guru-murid) yang dalam kondisi haid boleh juga menyentuh mushaf.
Alasannya adalah bahwa orang junub itu bisa dengan mudah menghilangkan hal yang
bisa membuatnya dilarang untuk menyentuh al-Quran yaitu hadats besar dengan
cara mandi besar. Kondisi tersebut berbeda dengan orang yang sedang haid atau
nifas. Hal ini didasarkan pada keterangan dibawah ini :
وَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ إِلَى أَنَّ الْحَائِضَ يَجُوزُ
لَهَا قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ فِي حَال اسْتِرْسَال الدَّمِ مُطْلَقًا، كَانَتْ جُنُبًا
أَمْ لاَ، خَافَتِ النِّسْيَانَ أَمْ لاَ. وَأَمَّا إِذَا انْقَطَعَ حَيْضُهَا، فَلاَ
تَجُوزُ لَهَا الْقِرَاءَةُ حَتَّى تَغْتَسِل جُنُبًا كَانَتْ أَمْ لاَ، إِلاَّ أَنْ
تَخَافَ النِّسْيَان - وزارة الأوقاف والشؤن الإسلامية الكويت، الموسوعة الفقهية الكويتية،
الكويت- دار السلاسل
“Kalangan dari madzhab maliki berpendapat bahwa orang
yang haid boleh baginya membaca Al-Qur`an dalam kondisi masih mengeluarkan
darah secara mutlak, baik dalam keadaan atau tidak, atau adanya kekhawatiran
lupa hafalan Al-Qur’an-nya atau tidak. Adapun setelah haidnya terputus maka ia
tidak boleh membacanya sebelum mandi besar, baik dalam keadaan junub atau
tidak, kecuali ia khawatir akan lupa hafalannya”. (Wazarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyyah Kuwait, al-Mausu’ah
al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Dar as-Salasil, juz, 18, h. 322 H)
إلَّا لِمُعَلِّمٍ وَمُتَعَلِّمٍ وَإِنْ حَائِضًا لَا جُنُبًا
: أَيْ يَحْرُمُ عَلَى الْمُكَلَّفِ مَسُّ الْمُصْحَفِ وَحَمْلُهُ، إلَّا إذَا كَانَ
مُعَلِّمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا، فَيَجُوزُ لَهُمَا مَسُّ الْجُزْءِ وَاللَّوْحِ وَالْمُصْحَفِ
الْكَامِلِ، وَإِنْ كَانَ كُلٌّ مِنْهُمَا حَائِضًا أَوْ نُفَسَاءَ لِعَدَمِ قُدْرَتِهِمَا
عَلَى إزَالَةِ الْمَانِعِ. بِخِلَافِ الْجُنُبِ لِقُدْرَتِهِ عَلَى إزَالَتِهِ بِالْغُسْلِ
أَوْ التَّيَمُّمِ. وَالْمُتَعَلِّمُ يَشْمَلُ مَنْ ثَقُلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ فَصَارَ
يُكَرِّرُهُ فِي الْمُصْحَفِ - أبى البركات أحمد بن محمد بن أحمد الدرديري، الشرح الصغير على أقرب المسالك إلى مذهب الإمام مالك، بيروت-دار
المعارف-
“(Kecuali bagi orang yang mengajar atau orang yang
belajar meskipun dalam kondisi haid atau junub), artinya haram bagi mukallaf
menyentuh mushhaf dan membawanya kecuali dalam kondisi sebagai pengajar atau
orang yang belajar maka boleh bagi keduanya menyentuh sebagian atau papan tulis
yang bertuliskan ayat-ayat Al-Quran (lauh) dan seluruh mushhaf meskipun
keduanya dalam keadan haid ata nifas kerena ketidakmampuan keduanya untuk
menghilangkan penghalang. Hal ini berbeda dengan orang junub karena
kemampuannya untuk menghilangkan penghalang dengan mandi atau tayamum” (Abi al-Barakat Ahmad bin Muhamad bin Ahmad ad-Dardidi, Asy-Syarh
ash-Shaghir ‘ala Aqrab al-Masalik ila Madzhab al-Imam Malik, Bairut-Dar
al-Ma’arif, juz, 1, h. 150).
Dalil yang menunjukkan bahwa wanita haid boleh membaca
Al-Quran, diantaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
Aisyah radhiyallahu ‘anha yang akan melakukan umrah akan tetapi datang haid:
ثم حجي واصنعي ما يصنع الحاج غير أن لا تطوفي بالبيت ولا
تصلي
“Kemudian berhajilah, dan lakukan apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji kecuali thawaf dan shalat.” (HR.Al-Bukhary dan Muslim, dari Jabir bin Abdillah)
Berkata Syeikh Al-Albany:
فيه دليل على جواز قراءة الحائض للقرآن لأنها بلا ريب من
أفضل أعمال الحج وقد أباح لها أعمال الحاج كلها سوى الطواف والصلاة ولو كان يحرم عليها
التلاوة أيضا لبين لها كما بين لها حكم الصلاة بل التلاوة أولى بالبيان لأنه لا نص
على تحريمها عليها ولا إجماع بخلاف الصلاة فإذا نهاها عنها وسكت عن التلاوة دل ذلك
على جوازها لها لأنه تأخير البيان عن وقت الحاجة لا يجوز كما هو مقرر في علم الأصول
وهذا بين لا يخفى والحمد لله
“Hadist ini menunjukkan bolehnya wanita yang haid
membaca Al-Quran, karena membaca Al-Quran termasuk amalan yang paling utama
dalam ibadah haji, dan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membolehkan
bagi Aisyah semua amalan kecuali thawaf dan shalat, dan seandainya haram
baginya membaca Al-Quran tentunya akan beliau terangkan sebagaimana beliau
menerangkan hukum shalat (ketika haid), bahkan hukum membaca Al-Quran (ketika
haid) lebih berhak untuk diterangkan karena tidak adanya nash dan ijma’ yang
mengharamkan, berbeda dengan hukum shalat (ketika haid). Kalau beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Aisyah dari shalat (ketika haid) dan
tidak berbicara tentang hukum membaca Al-Quran (ketika haid) ini menunjukkan
bahwa membaca Al-Quran ketika haid diperbolehkan, karena mengakhirkan
keterangan ketika diperlukan tidak diperbolehkan, sebagaimana hal ini
ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh, dan ini jelas tidak samar lagi, walhamdu
lillah.” (Hajjatun Nabi hal:69).
Wanita Haid Tidak Boleh Menyentuh Mushaf Al Qur'an
Namun jika orang yang berhadats kecil dan wanita haid
ingin membaca Al-Quran maka dilarang menyentuh mushhaf atau bagian dari
mushhaf, dan ini adalah pendapat empat madzhab, Hanafiyyah (Al-Mabsuth 3/152),
Malikiyyah (Mukhtashar Al-Khalil hal: 17-18), Syafi’iyyah (Al-Majmu’ 2/67),
Hanabilah (Al-Mughny 1/137).
Mereka berdalil dengan firman Allah ta’alaa:
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ (الواقعة: 79(
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci.”
Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mushaf yang kita dilarang menyentuhnya adalah termasuk kulitnya/sampulnya karena dia masih menempel. Adapun memegang mushhaf dengan sesuatu yang tidak menempel dengan mushhaf (seperti kaos tangan dan yang sejenisnya) maka diperbolehkan.
Berkata Syeikh Bin Baz:
يجوز للحائض والنفساء قراءة القرآن في أصح قولي العلماء ؛
لعدم ثبوت ما يدل على النهي عن ذلك بدون مس المصحف، ولهما أن يمسكاه بحائل كثوب طاهر
ونحوه، وهكذا الورقة التي كتب فيها القرآن عند الحاجة إلى ذلك
“Boleh bagi wanita haid dan nifas untuk membaca
Al-Quran menurut pendapat yang lebih shahih dari 2 pendapat ulama, karena tidak
ada dalil yang melarang, namun tidak boleh menyentuh mushhaf, dan boleh
memegangnya dengan penghalang seperti kain yang bersih atau selainnya, dan
boleh juga memegang kertas yang ada tulisan Al-Quran (dengan menggunakan
penghalang) ketika diperlukan” (Fatawa Syeikh Bin
Baz 24/344).
Posting Komentar untuk "Wanita Haid Boleh Baca Al Quran"