Saudah binti Zam'ah, Istri Kedua Rasulullah ﷺ
Saudah binti Zam'ah, Istri Kedua Rasulullah ﷺ

Biografi Saudah binti Zam'ah
Saudah binti Zama’ah bin Qois bin Abdu Syams bin Abdu Wudd Al-Amiriyyah merupakaan Ummul Mukminin. Ibundanya bernama Syamusy bintu Qois bin Zaid An-Najjariiyyah. Saudah ialah wanita yang dinikahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah meninggalnya Khadijah Ra, kemudian menjadi istri satu-satunya bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk berumah tangga dengan Aisyah.
Nasab Saudah bertemu Rasulullah pada Lu'ay bin Ghalib. Ia dikenal memiliki otak cemerlang dan berpandangan luas. Ia pertama kali menikah dengan anak pamannya yaitu Syukran bin Amr. Ketika Rasulullah menyebarkan Islam secara terang-terangan, suaminya, Syukran termasuk orang yang pertama kali memeluk Islam. Ia memeluk Islam bersama sekelompok orang dari Bani Qais bin Abdu Wad.
Dia termasuk golongan wanita yang agung dan mulia
nasabnya. Tergolong para wanita yang cerdas akalnya. Perawakannya tinggi dan
besar. Termasuk istri yang menyenangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan kesegaran candanya.
Pernikahan Saudah dengan Rasulullah ﷺ
Sebelum menikah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Saudah telah menikah dengan Sakran bin Amr Al-Amiry, mereka berdua masuk Islam dan kemudian berhijrah ke Habasyah bersama dengan rombongan sahabat yang lainnya.
Ketika Sakran dan istrinya Saudah tiba dari Habasyah maka Sakran jatuh sakit dan meninggal. Maka jadilah Saudah menjanda. Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminang Saudah dan diterima oleh Saudah dan menikahlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Saudah pada bulan Ramadhan tahun 10 Hijriyah.
Saudah adalah tipe seorang istri yang menyenangkan suaminya dengan kesegaran candanya, sebagaimana dalam kisah yang diriwayatkan oleh Ibrahim AN-Nakha’i bahwasanya Saudah berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah tadi malam aku shalat di belakangmu, ketika ruku’ punggungmu menyentuh hidungku dengan keras, maka aku pegang hidungku karena takut kalau keluar darah,” maka tertawalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ibrahim berkata, Saudah biasa membuat tertawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan candanya. (Thobaqoh Kubra, 8:54).
Dalam Sirah Nabi Muhammad Saw (M Quraish Shihab, 2018) misalnya disebutkan kalau suatu ketika Saudah berkata kepada Nabi: "Semalam ketika aku shalat mengikutimu saat rukuk, engkau begitu lama sehingga aku memegang hidungku takut sampai bercucuran darah." Nabi Muhammad tertawa mendengar ucapan Saudah itu.
Ketika Saudah sudah tua Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berniat hendak mencerainya, maka Saudah berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah janganlah Engkau menceraikanku. Bukanlah aku masih menghendaki laki-laki, tetapi karena aku ingin dibangkitkan dalam keadaan menjadi istrimu, maka tetapkanlah aku menjadi istrimu dan aku berikan hari giliranku kepada Aisyah.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabulkan permohonannya dan tetap menjadikannya salah seorang istrinya sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal. Dalam hal ini turunlah ayat Alquran,
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلاَجُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ وَأُحْضِرَتِ اْلأَنفُسُ الشُّحَّ وَإِن تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Artinya : “Dan jika seorang wanita khawatir akan
nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi kedauanya
mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik.”
(QS. An-Nisa: 128)
Problematika Rumah Tangga Saudah dengan Rasulullah ﷺ
Saudah binti Zam’ah menunjukkan sikap sedih atas meninggalnya sejumlah musyrik Makkah dalam Perang Badar. Terlebih ketika dia menyaksikan para tawanan Perang Badar diikat tangannya dan digelendeng. Ia bahkan tidak kuasa menahan diri ketika melihat iparnya, Suhail bin Umar diborgol. Dia merasa iba dengan itu dan menjadi lupa dengan kejahatan mereka terhadap umat Islam, termasuk kepada dirinya dan keluarganya.
Entah karena tidak sadar atau tidak kuasa menahan diri, Saudah kemudian memberikan semacam motivasi kepada tawanan kaum musyrik agar melawan kaum Muslim. Katanya kepada Suhail: "Mau ke mana Abu Yazid? Apakah kalian akan menyerah dan mengulurkan tangan begitu saja? Jangan, kalian harus mati terhormat." Setelah mengucapkan itu, Saudah menjadi sedih karena tahu kalau Nabi Muhammad mendengarkan langsung ucapannya itu. Ia tahu semestinya tidak mengucapkan hal itu, namun nyatanya ucapannya itu sudah terlanjur keluar. Saudah kemudian meminta maaf kepada Nabi. Nabi pun menerima maafnya. Beliau lalu berkomentar bahwa apa yang diucapkan Saudah itu tidak terpuji dan semestinya tidak diucapkan. Nabi juga berjanji akan memperlakukan para tawanan Perang Badar itu dengan baik.
Pada suatu hari, Nabi Muhammad hendak menceraikan Saudah bin Zam’ah karena satu persoalan rumah tangga. Ibnu Hazm al-Andalusi dalam Intisari Sirah Nabawiyah (2018) menyebut bahwa alasan Nabi melakukan hal itu adalah karena Saudah sudah udzur dan beliau khawatir tidak bisa memenuhi hak-haknya. Namun, dia meminta agar Nabi tidak menceraikannya. Ia berharap bisa merawat Nabi hingga akhir hayatnya dan mendapatkan keridhaan beliau. Ia bahkan merelakan hari gilirannya diberikan kepada Aisyah. Nabi pun mengabulkan permintaan Saudah tersebut, tidak jadi menceraikannya.
Keutamaan - Keutamaan Saudah binti Zam'ah
Aisyah berkata, “Saudah meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu malam Muzdalifah untuk berangkat ke Mina sebelum berdesak-desakkannya manusia. Dia adalah perempuan yang berat jika berjalan, sungguh kalau saat itu aku meminta izin kepadanya lebih aku sukai daripada orang yang dilapangkan.” (Thobaqoh Kubra, 8:54)
Aisyah berkata, “Aku tidak pernah melihat wanita yang paling aku ingin sekali menjadi dia daripada Saudah bintI Zam’ah, ketika dia tua dia berikan gilirannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadaku.” (Shahih Muslim, 2:1085)
Di antara keutamaan Saudah adalah ketaatan dan kesetiaannya yang sangat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di antara keutamaan Saudah adalah ketaatan dan kesediaannya yang sangat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika haji wada’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada istri-istrinya, “Ini adalah saat haji bagi kalian kemudian setelah ini hendaknya kalian menahan diri di rumah-rumah kalian,” maka sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Saudah selalu di rumahnya dna tidak berangkat haji lagi sampai dia meninggal. (Sunan Abu Dawud 2:140)
Suatu saat Sa’ad bin Waqqash dan Abd bin Zam’ah saudara laki-laki Saudah berebut seorang anak di hapadan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sa’ad berkata, “Wahai Rasulullah ini adalah anak saudaraku Utbah bin Abi Waqqash yang telah diserahkan kepadaku semasa hidupnya, lihatlah kemiripannya dengannya,” Abd bin Zam’ah berkata, “Wahai Rasulullah ini adalah saudaraku karena dilahirkan di ranjang bapakku dari budak perempuannya,” maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat anak tersebut dan merasakan kemiripannya yang sangat dengan Utbah bin Abi Waqqash, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dia adalah milikmu wahai Abd. Anak adalah bagi pemilik ranjang, dan yang berzina terhalang darinya, dan berhijablah Engkau darinya wahai Saudah!” Aisyah berkata, “Maka anak itu tidak pernah melihat Saudah sesudah itu.” (Shahih Bukhari, 2:773 no 6749 dan Shahih Muslim, 2:1080)
Aisyah berkata, “Sesudah turun ayat hijab keluarlah Saudah di waktu malam untuk menunaikan hajatnya. Dia adalah wanita yang berperawakan tinggi besar sehingga mudah sekali dibedakan dari wanita yang lainnya. Saat itu Umar melihatnya dan berkata, “Wahai Saudah demi Allah kami tetap bisa mengenalimu,” maka lihatlah bagaimana Engkau keluar, maka Saudah segera kembali dan menuju kepada Rasulullah yang waktu itu di rumah Aisyah. Pada saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang makan malam, di tangannya ada sepotong daging, maka masuklah Saudah kepadanya seraya berkata, “Wahai Rasulullah sesungguhnya aku keluar untuk sebagai keperluanku dalam keadaan berhijab tetapi Umar mengatakan ini dan itu,” maka saat itu turunlah wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya telah diizinkan bagi kalian para wanita untuk keluar menunaikan hajatmu.” (Shahih Bukhari, 1:67 no. 4795 dan Shahih Muslim 4:1709)
Saudah terkenal juga dengan kezuhudannya, ketika Umar mengirim kepadanya satu wadah berisi dirham, ketika sampai kepadanya maka dibagikannya (Thobaqoh Kubra, 8:56 dan Dishahihkan sanadnya oleh Ibnu Hajar dalam Al-Ishobah, 7:721).
Saudah termasuk deretan istri-istri Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menghafal dan menyampaikan sunnah-sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadis-hadisnya diriwayatkan oleh para
imam yang terkemuka seperti Ahmad, Bukhari, Abu Dawud dan Nasai.
Wafatnya Saudah binti Zam'ah
Saudah meninggal di akhir kekhilafan Umar di Madinah tahun 54 Hijriyah. Sebelum dia meninggal, dia mewasiatkan rumahnya kepada Aisyah. Semoga Allah meridhainya dan membalasnya dengan kebaikan yang melimpah.
Posting Komentar untuk "Saudah binti Zam'ah, Istri Kedua Rasulullah ﷺ"