Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Al Mawaidz Imam Ghazali I Nasehat 31

Al Mawaidz Imam Ghazali I Nasehat 31

Nasehat Imam Ghazali 31

Nasehat Imam Ghazali - Hadist qudsi ke-31 yang dihimpun oleh Imam Al Ghazali dalam kitab Jam'ur Rasail menjelaskan tentang pentingnya bersikap wara’.

 

اَلْمَوْعِظَةُ الْحَادِيَةُ وَالثَّلَاثُوْنَ

يقول الله تعالي:" يابن ادم! بِقَدْرِ مَيْلِكَ إِلَى الدُّنْيَا وَمَحَبَّتِي مِنْ قَلْبِكَ، فَإِنِّيْ لَا أَجْمَعُ حُبِّيْ وَحُبَّ الدُّنْيَا فِيْ قَلْبٍ وَاحِدٍ أَبَدًا، يابن ادم! تَوَرَّعْ تَعْرِفُنِيْ، وَتَجُوْعُ تَرَانِيْ، وَتَجَرَّدْ لِعِبَادَتِي تَصِلْل إلي، وَأخْلِصْ مِنَ الرِّيَاءِ عَمَلَكَ، ألبسك محبتي، وتفرغ لذكري، أَذْكُرُكَ عِنْدَ مَلَائِكَتِيْ. يابن ادم! فِيْ قَلْبِكَ غَيْرُ اللهِ، وَتَرْجُوْا غَيْرَ اللهِ، اِلَى مَتَى تَقُوْلُ اللهَ تعالى وَتَخَافُ غَيْرَ اللهِ؟ وَلَوْ عَرَفْتَ حَقًّا لِمَا هَمَّكَ غَيْرُ اللهِ، وَلِمَ تَخَفُ إِلَّا الله، وَلِمَ تفتر لِسَانك عَنْ ذِكْرِ اللهِ، فَإِنَّ الْاِسْتِيْصَالَ عَنِ الْإِصْرَارِ بِتَوْبَةِ الْكَاذِبِيْنَ. يابن ادم! لَوْ خَفْتَ مِنَ النَّارِ كَمَا خَفْتَ مِنَ الْفَقْرِ لَأَغْنَيْتُكَ مِنْ حَيْثُ لَمْ تَحْتَسِبْ. يابن ادم! وَلَوْ رَغبْتَ فِيْ الْجَنَّةِ كَمَا تَرْغَبُ فِيْ الدُّنْيَا، أَسْعَدتك فِيْ الدَّرَيْنِ، وَلَوْ ذَكَرْتُمُوْنِي كَمَا يَذْكُرُ بَعْضُكُمْ بَعْضًا، لَسَلمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَلَائِكَةُ بُكْرَةً وَعِشِيًّا, وَلَوْ أَحْبَبْتُمْ عِبَادَتِيْ كَمَا تُحِبُّ الدُّنْيَا لَأَكْرَمْتُكُمْ كَرَامَةِ الْمُرْسَلِيْنَ، فَلَاتَمْلَؤُوْا قُلُوْبَكُمْ بِحُبِّ الدُّنْيَا، فَزَوَالُهَا قَرِيْبٌ".

Artinya : Allah berfirman: wahai anak Adam! Dengan kadar celakamu pada dunia dan cintamu padaku dihatimu, sesungguhnya Aku tidak akan mengumpulkan kecintaan padaku dengan kecintaan pada dunia didalam satu hati selamanya. Wahai anak Adam! Bersikap wara’lah kamu maka kau akan mengenalku, berpuasalah maka akan meluhatku, murnikanlah ibdahmu padaku maka kau akan bertemu padaku, bersihkan amalmu dari riya’, pakaianmu ialah kecintaanku, habiskan masa untuk mengingatku, maka Aku akan mengingatmu bersama malaikatku. Wahai anak Adam! Dihatimu ada selain allah, engkau mengharap pada selain allah, sampai kapan kau berkata allah tetapi takut pada selain allah? Andai kau tau kebenaran bahwa selain allah menyusahkanmu, kau tidak takut kecuali Allah, lisanmu tidak kendor dari mengingat allah. Wahai anak Adam! Andai kau takut neraka seperti takutmu dari kefakiran maka Aku akan meberimu kekayaan dari jalan yang tidak disangka-sangka. Wahai anak Adam! Andai kau senang disurga seperti senangmu didunia, maka Aku akan menyenangkanmu didunia dan akhirat, andai kau mengingatku seperti ingatmu pada yang lain niscaya malaikan akan bersalam padamu pagi dan sore, andai kau senang menyembahku seperti senangmu pada dunia niscaya Aku mulyakan kalian dengan kemuliyaan para utusan, maka jangan penuhi hatimu dengan cinta dunia karna hilangnya dunia itu dekat.”

 

Cerita Hikmah : Rumah Sederhana

Tersebutlah seorang penganut tasawuf bernama Nidzam al-Mahmudi. Ia tinggal di sebuah kampung terpencil, dalam sebuah gubuk kecil. Istri dan anak-anaknya hidup dengan amat sederhana. Akan tetapi, semua anaknya berpikiran cerdas dan berpendidikan.

Selain penduduk kampung itu, tidak ada yang tahu bahwa ia mempunyai kebun subur berhektar-hektar dan perniagaan yang kian berkembang di beberapa kota besar. Dengan kekayaan yang diputar secara mahir itu ia dapat menghidupi ratusan keluarga yg bergantung padanya. Tingkat kemakmuran para kuli dan pegawainya bahkan jauh lebih tinggi ketimbang sang majikan. Namun, Nidzam al-Mahmudi merasa amat bahagia dan damai menikmati perjalanan usianya.

Salah seorang anaknya pernah bertanya, `Mengapa Ayah tidak membangun rumah yang besar dan indah? Bukankah Ayah mampu?”

“Ada beberapa sebab mengapa Ayah lebih suka menempati sebuah gubuk kecil,” jawab sang sufi yang tidak terkenal itu.

“Pertama, karena betapa pun besarnya rumah kita, yang kita butuhkan ternyata hanya tempat untuk duduk dan berbaring. Rumah besar sering menjadi penjara bagi penghuninya. Sehari-harian ia Cuma mengurung diri sambil menikmati keindahan istananya. Ia terlepas dari masyarakatnya. Dan ia terlepas dari alam bebas yang indah ini. Akibatnya ia akan kurang bersyukur kepada Allah.”

Anaknya yang sudah cukup dewasa itu membenarkan ucapan ayahnya dalam hati.

Apalagi ketika sang Ayah melanjutkan argumentasinya, “Kedua, dengan menempati sebuah gubuk kecil, kalian akan menjadi cepat dewasa. Kalian ingin segera memisahkan diri dari orang tua supaya dapat menghuni rumah yang lebih luas. Ketiga, kami dulu cuma berdua, Ayah dan Ibu. Kelak akan menjadi berdua lagi setelah anak-anak semuanya berumah tangga. Apalagi Ayah dan Ibu menempati rumah yang besar, bukankah kelengangan suasana akan lebih terasa dan menyiksa?”

Si anak tercenung. Alangkah bijaknya sikap sang ayah yang tampak lugu dan polos itu. Ia seorang hartawan yang kekayaannya melimpah. Akan tetapi, keringatnya setiap hari selalu bercucuran. Ia ikut mencangkul dan menuai hasil tanaman. Ia betul-betul menikmati kekayaannya dengan cara yang paling mendasar. Ia tidak melayang-layang dalam buaian harta benda sehingga sebenarnya bukan merasakan kekayaan, melainkan kepayahan semata-mata. Sebab banyak hartawan lain yang hanya bisa menghitung-hitung kekayaannya dalam bentuk angka-angka. Mereka hanya menikmati lembaran-lembaran kertas yang disangkanya kekayaan yang tiada tara. Padahal hakikatnya ia tidak menikmati apa-apa kecuali angan-angan kosongnya sendiri.

Kemudian anak itu lebih terkesima tatkala ayahnya meneruskan, “Anakku, jika aku membangun sebuah istana anggun, biayanya terlalu besar. Dan biaya sebesar itu kalau kubangunkan gubuk-gubuk kecil yang memadai untuk tempat tinggal, berapa banyak tunawisma/gelandangan bisa terangkat martabatnya menjadi warga terhormat? Ingatlah anakku, dunia ini disediakan Tuhan untuk segenap mahkluknya. Dan dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan menjadi sempit dan terlalu sedikit, bahkan tidak cukup, untuk memuaskan hanya keserakahan seorang manusia saja” 

Posting Komentar untuk "Al Mawaidz Imam Ghazali I Nasehat 31"