Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keutamaan dan Dalil Puasa Enam Hari Bulan Syawal

Puasa Syawal adalah puasa yang dilakukan mulai tanggal 2 Syawal hingga selesai. Tanggal 1 Syawal tepat pada Hari Raya Idul Fitri diharamkan untuk melakukan puasa. Puasa dilakukan sebanyak 6 (enam) hari, baik berurutan maupun tidak. Umumnya Puasa Syawal dimulai tangga 2 hingga 7 Syawal, setelah itu dilanjutkan dengan hari raya ketupat yang merupakan hari raya adat orang Jawa. Puasa Syawal hukumnya Sunah dan memiliki banyak keutamaan, diantaranya ialah berpahala seperti puasa 1 tahun.

SIkap Muslim Puasa Syawal Disuguhi Makanan


Dalil Puasa Enam Hari Bulan Syawal

Dalil kesunnahan puasa enam hari di Bulan Syawal ini berdasarkan riwayat yang populer dari Rasulullah SAW sebagai berikut,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ اَلدَّهْرِ

Artinya : “Siapa saja yang berpuasa dibulan Ramadhan kemudian menyusulnya dengan puasa enam hari dari bulan Syawal, maka seperti puasa setahun penuh,” (HR Muslim).

Sebagian pendapat meragukan hadits tentang berpuasa enam hari di bulan Syawal ini, namun keraguan dibantah dengan bukti-bukti periwayatan hadits. Syekh Abdullah bin Abdul al-Bassam mengungkapkan sebagai berikut. “Hadits berpuasa enam hari di bulan Syawal merupakan hadits yang shahih, hadits ini memiliki periwayatan lain di luar hadits Muslim. Selain hadits Muslim yang meriwayatkan hadits berpuasa enam hari di bulan Syawal antara lain; Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi.” Oleh karena itulah Hadits berpuasa Enam hari di bulan Syawal ini tergolong hadits mutawatir.


Keutamaan Puasa Enam Hari Bulan Syawal

Dalam kitab Nihayatuz Zain, Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani menerangkan tentang keutamaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang-orang yang berpuasan enam hari di bulan Syawal sebagai berikut,

 ( و ) الرابع صوم ( ستة من شوال ) لحديث من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر  ولقوله أيضا صيام رمضان بعشرة أشهر وصيام ستة أيام بشهرين فذلك صيام السنة أي كصيامها فرضا وتحصل السنة بصومها متفرقة منفصلة عن يوم العيد لكن تتابعها واتصالها بيوم العيد أفضل وتفوت بفوات شوال ويسن قضاؤها

Artinya : “Keempat adalah (puasa sunah enam hari di bulan Syawal) berdasarkan hadits, ‘Siapa yang berpuasa Ramadhan, lalu mengiringinya dengan enam hari puasa di bulan Syawal, ia seakan puasa setahun penuh.’ Hadits lain mengatakan, puasa sebulan Ramadhan setara dengan puasa sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari di bulan Syawal setara dengan puasa dua bulan. Semua itu seakan setara dengan puasa (wajib) setahun penuh’. Keutamaan sunah puasa Syawal sudah diraih dengan memuasakannya secara terpisah dari hari Idul Fithri. Hanya saja memuasakannya secara berturut-turut lebih utama. Keutamaan sunah puasa Syawal luput seiring berakhirnya bulan Syawal. Tetapi dianjurkan mengqadhanya,”(Lihat Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain, Al-Maarif, Bandung, Tanpa Tahun, Halaman 197).


Niat dan Cara Puasa Enam Hari Bulan Syawal

Lafadz niat puasa enam hari di bulan Syawal ialah sebagai berikut,

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.

Artinya : “Aku berniat puasa sunnah Syawal esok hari karena Allah SWT.”

 

Apabila ada seseorang yang ingin berpuasa enam hari di bulan Syawal, namun belum niat dimalam hari seperti niat diatas, maka baginya boleh berniat pada siang hari. Hal itu dengan catatan, sejak waktu subuh hingga waktu berniat itu belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Adapun lafadz niatnnya ialah sebagai berikut,

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.

Artinya : “Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah SWT.”

 

Cara melaksanakan berpuasa dibulan syawal ialah boleh berpuasa enam hari berturut-turut dan juga boleh dihari-hari terpisah sepanjang bulan Syawal. Hal ini sebagaimana penjelasan Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam dalil diatas. Uraian dalam ibarat diatas sangat cukup jelas menerangkan kapan waktu untuk melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal. Secara idealnya puasa Syawal enam hari itu dilakukan persis setelah hari Raya Idhul Fithri, yaitu pada tanggal 2 sampai dengan 7 Syawal. Namun, bagi orang yang berpuasa di luar tanggal itu sekalipun tidak berurutan, maka tetap mendapatkan keutamaan berpuasa di bulan Syawal. Bahkan seseorang yang mengqadha puasanya atau menunaikan nadzar puasanya bertepatan pelaksanaannya di bulan Syawal, maka tetap mendapat keutamaan puasa sunah Syawal.

Syekh Ibrahim Al-Baijuri dalam kitabnya menerangkan sebagai berikut,

 وإن لم يصم رمضان كما نبه عليه بعض المتأخرين والظاهر كما قاله بعضهم حصول السنة بصومها عن قضاء أو نذر

Artinya : “Puasa Syawal tetap dianjurkan meskipun seseorang tidak berpuasa Ramadhan-seperti diingatkan sebagian ulama muta’akhirin-. Tetapi yang jelas-seperti dikatakan sebagian ulama-seseorang mendapat keutamaan sunah puasa Syawal dengan cara melakukan puasa qadha atau puasa nadzar (di bulan Syawal),” (Lihat Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ‘alâ Syarhil ‘Allâmah Ibni Qasim, Darul Fikr, Juz I, Halaman 214).

Selain itu, ibarat dari sebagian ulama bahkan menjelaskan bahwa orang yang melakukan puasa sunah seperti senin-kamis, puasa bîdh 12,13,15 yang disunahkan pada setiap bulan, atau bahkan puasa nabi Daud AS, maka tetap mendapat keutamaan puasa Syawal.

 ومما يتكرر بتكرر السنة (ستة من شوال) وإن لم يعلم بها أو نفاها أو صامها عن نذر أو نفل آخر أو قضاء عن رمضان أو غيره. نعم لو صام شوالا قضاء عن رمضان وقصد تأخيرها عنه لم يحصل معه فيصومها من القعدة

Artinya : “Salah satu puasa tahunan adalah (puasa enam hari di bulan Syawal) sekalipun orang itu tidak mengetahuinya, menapikannya, atau melakukan puasa nadzar, puasa sunah lainnya, puasa qadha Ramadhan atau lainnya (di bulan Syawal). Tetapi, kalau ia melakukan puasa Ramadhan di bulan Syawal dan ia sengaja menunda enam hari puasa hingga Syawal berlalu, maka ia tidak mendapat keutamaan sunah Syawal sehingga ia berpuasa sunah Syawal pada Dzul Qa‘dah,” (Lihat Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Qutul Habibil Gharib, Tausyih alâ Ibni Qasim, Darul Fikr, Beirut, 1996 M/1417 H, Halaman 117).


Sikap Orang Puasa Syawal Disuguhi Makanan

Puasa enam hari setelah lebaran di Indonesia kadang menjadi polimek bagi sebagian orang, sebab dalam momen lebaran kerap ada tradisi kunjung mengunjungi untuk saling bermaaf-maafan. Lantas apabila seseorang sedang berpuasa syawal kemudian disuguhi makanan oleh kerabat, maka baginya boleh membatalkan puasanya -bahkan lebih utama dibatalkan bila dapat menimbulkan rasa tidak enak pada kerabat-. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut,

يَتَكَلَّفُ لَكَ أَخُوكَ الْمُسْلِمُ وَتَقُولُ إنِّي صَائِمٌ، أَفْطِرْ ثُمَّ اقْضِ يَوْمًا مَكَانَهُ

Artinya : “Saudara Muslimmu sudah repot-repot (menyediakan makanan) dan kamu berkata, ‘Saya sedang berpuasa?’ Batalkanlah puasamu dan qadha’lah pada hari lain sebagai gantinya,” (HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi).

Ibnu ‘Abbas RA menambahkan,

مِنْ أَفْضَلِ الْحَسَنَاتِ إِكْرَامُ الْجُلَسَاءِ بِالْإِفْطَارِ

Artinya, “Di antara kebaikan yang paling utama adalah memuliakan teman semajelis dengan membatalkan puasa (sunnah),” (Lihat Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah, tanpa catatan tahun], juz II, halaman 14).

Ada beberapa solusi yang dapat menjadi tawaran bagi seseorang yang berpuasa enam hari di bulan Syawal namun tetap dapat melayani dan menemani tamu yang dating bersilaturrahmi. Diantaranya ialah bila seseorang menjadi tuan rumah, maka dia menyiapkan 1 gelas berisi setengah air. Sehingga saat tamu datang, tuan rumah bisa berpura-pura meneguk airnya bersama tamu, namun sebenarnya tuan rumah tidak benar-benar meminumnya. Hal ini tidak menjadikan tamu sungkan untuk mencicipi suguhan lebaran.

Posting Komentar untuk "Keutamaan dan Dalil Puasa Enam Hari Bulan Syawal"