4 Hal Penting Bulan Muharram Yang Harus Diketahui
Bulan Muharram (المحرم)
berasal dari kata haram (حرم)
yang artinya suci atau terlarang. Dinamakan Muharram, karena sejak zaman dulu,
pada bulan ini dilarang berperang dan membunuh. Larangan itu terus berlaku
hingga masa Islam. Bahkan bulan Muharram termasuk salah satu bulan haram.
Orang-orang Arab baik sebelum masa Rasulullah maupun pada masa beliau
tidak memiliki angka tahun. Mereka biasa menamakan tahun dengan peristiwa besar
yang terjadi pada tahun tersebut.
Misalnya ada tahun yang disebut tahun gajah (amul fil) karena di tahun
tersebut terjadi peristiwa pasukan gajah di bawah pimpinan Abrahah yang akan
menghancurkan Ka’bah. Ada tahun yang disebut sebagai tahun fijar (amul fijar)
karena saat itu terjadi perang fijar. Ada tahun yang disebut tahun nubuwah karena
di tahun itu Rasulullah menerima wahyu.
Pada tahun ketiga masa pemerintahan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu,
datang satu masalah yang dialami oleh pejabat pemerintah. Ketiadaan angka tahun
membuat sebagian pejabat pemerintah kesulitan. Salah satunya adalah Gubernur
Basrah Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu.
Atas aduan Abu Musa, Umar kemudian menerbitkan kalender Islam. Setelah
bermusyawarah dengan para sahabat terkemuka, Umar memutuskan bahwa awal
kalender Islam dimulai dari tahun hijrahnya Rasulullah. Karenanya kalender
Islam dikenal dengan nama kalender hijriyah.
1. Muharram Sebagai Bulan Pertama Hijriyah
Perdebatan diantara sahabat Nabi terjadi saat menentukan awal mula bulan Hijriyah, berbagai macam usulan diutarakan kepada Sayyidina Umar bin Khattab sebagai khalifah saat itu. Dalam buku Muharram Bukan Bulan Hijrahnya Nabi terbitan Rumah Fiqih Publishing, Ustaz Ahmad Zarkasih menyinggung tentang sejarah dipilihnya bulan Muharram menjadi bulan pertama dalam kalender Hijriah.
Ketika para sahabat bermusyawarah tentang awal bulan dalam kalinder Hijriyah, ada yang mengusulkan untuk menjadikan bulan Rabiul Awal sebagai awal bulan dalam kalender Islam, hal itu disebabkan bahwa peristiwa lahirnya nabi bertepatan dengan bulan Rabiul Awal. Walaupun demikian, Umar bin Khattab memilih Muharram sebagai awal bulan dalam kalender hijriyah, dengan alasan bahwa walaupun hijrahnya Nabi terdapat dalam bulan Rabiul Awal, Namun asal muasal rencana hijrah sudah dari bulan Muharram. Wacana hijrah itu muncul setelah beberapa sahabat membaiat Nabi. Baiat itu terjadi di penghujung bulan Zulhijah. Semangat baiat itulah yang mengantarkan kaum Muslim untuk berhijrah.
Bulan yang ada setelah Zulhijah adalah bulan Muharam. Karena itu, Sayidina Umar memilih Muharram sebagai bulan pertama di tahun Hijriah Sebelumnya terjadi perdebatan dalam menentukan kapan tahun pertama dalam kalander Hijriah itu dimulai. Ada yang mengusulkan tahun pertama dimulai di tahun Gajah, yakni tahun Nabi Muhammad SAW lahir. Ada juga yang mengusulkan di tahun wafatnya Nabi Muhammad SAW. Selain itu, ada banyak yang mengusulkan di tahun Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul saat wahyu pertama turun. Selain itu, ada yang mengusulkan di tahun hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah.
Dari beberapa opsi pendapat ini, pada akhirnya Khalifah Umar menentukan untuk memulai tahun di tahun hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah atas usulan dan rekomendasi Sayidina Utsman dan Ali r.a. Beliau tidak memilih tahun kelahiran dan tahun diangkatnya Nabi menjadi Rasul. Karena memang ketika itu juga mereka masih berselisih tentang waktu kapan tepatnya Nabi lahir dan kapan wahyu pertama turun.
Sementara itu, tahun wafatnya Nabi, Sayidina Umar menolak menjadikannya
permulaan tahun karena di tahun tersebut banyak kesedihan. Akhirnya beliau
memilih tahun hijrahnya Nabi. Selain karena jelasnya waktu tersebut, hijrah
juga dianggap menjadi pembeda antara yang haqq dan yang bathil ketika itu.
Hijrah Nabi juga menjadi tonggak awal kejayaan umat Islam setelah sebelumnya
hanya berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Karena itulah, kalender ini dinamakan
kalender Hijriyah. Sebab yang menjadi acuan awalnya ialah hijrahnya Nabi
Muhammad SAW.
2. Asyura Berada Pada Bulan Muharram
Hal lain yang menjadikan bulan Muharram menjadi lebih berarti dalam
kalender Islam ialah sebab didalamnya terdapat Puasa Asyura. Salah satu puasa
sunnah yang mempunyai banyak keutamaan. kata Asyura dalam bahasa Arab adalah
bermakna sepuluh, sedangkan secara istilah, asyura adalah tanggal 10, khususnya
di bulan Muharam. Dinamakan demikian, karena sejumlah peristiwa yang terjadi
pada tanggal tersebut dan hadis Rasul SAW yang menganjurkan umat Islam untuk
berpuasa sunah. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam
Muslim dari Abu Hurairah RA, bahwa berpuasa pada hari itu memiliki sejumlah
keutamaan. Begitu juga penjelasan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Baihaki, yang artinya “Barang siapa yang melapangkan keluarga dan familinya
pada hari Asyura, niscaya Allah melapangkannya sepanjang tahun itu.” (HR
al-Baihaki).
Di waktu permulaan Islam, kalangan ulama berbeda pendapat mengenai hukum
berpuasa di hari Asyura ini. Namun, setelah disyariatkannya puasa Ramadhan,
para ulama menyepakati hukum puasa di hari Asyura ini adalah sunah. Abu Hanifah
berpendapat bahwa pada awalnya diwajibkan kemudian dihapus. Sementara Imam
Ahmad menyatakannya sebagai puasa sunah, begitu juga pendapat jumhur
(mayoritas) ulama. Rasulullah SAW tidak memerintahkan secara umum tentang puasa
tersebut.
Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya hari ini adalah hari Asyura, tidak diwajibkan kamu melakukan puasanya, tetapi saya berpuasa. Barang siapa yang ingin berpuasa, berpuasalah, dan barang siapa yang tidak ingin berpuasa, hendaklah ia berbuka.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya hari Asyura adalah termasuk hari-hari (yang dimuliakan)
Allah. Barang siapa yang suka berpuasa, berpuasalah.” (Muttafaq 'alaihi)
Puasa pada tanggal 10 Muharam ini juga telah dilakukan oleh orang-orang
Yahudi sebagai rasa syukur atas keselamatan yang mereka peroleh dengan
ditenggelamkannya Firaun dan tentaranya di Laut Merah. Karenanya, untuk
membedakan dengan ajaran orang-orang Yahudi, umat Islam disunahkan juga untuk
berpuasa pada tanggal 9 Muharam.
Dari Abu Musa al-Asy'ari RA, dia berkata, “Hari Asyura itu diagungkan
oleh orang Yahudi dan mereka menjadikan sebagai hari raya. Maka, Rasulullah SAW
bersabda, Berpuasalah pada hari itu.” (Muttafaq alaihi).
Ibnu Taimiyah berkata: Disunahkan bagi yang berpuasa pada hari Asyura
untuk berpuasa pada tanggal sembilannya karena hal tersebut adalah perintah
Rasulullah SAW yang paling akhir.”
Keutamaan Mengenai derajat keutamaan berpuasa di hari Asyura ini
kalangan ulama memiliki pendapat yang berbeda. Sebagian ulama berpendapat
derajat pertama dan yang paling utama adalah dengan melakukan puasa tiga hari,
yaitu tanggal sembilan, sepuluh, dan sebelas Muharam. Ada juga yang berpendapat
derajat keutamaan ini adalah dengan berpuasa pada tanggal sembilan dan
sepuluhnya saja sebagaimana diterangkan dalam hadis riwayat Muslim dari Ibnu
Abbas, dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda, Apabila (usia) ku sampai tahun
depan, aku akan berpuasa pada (hari) ke sembilan.” Sementara ada pula yang
berpendapat, berpuasa hanya pada tanggal sepuluhnya. Namun, sebagian ulama
memakruhkannya. Sebab, Nabi SAW memerintahkan umat Islam untuk membedakan
kebiasaan Yahudi yang hanya berpuasa pada hari Asyura dengan umat Islam agar
berpuasa pada hari ke sembilan atau hari ke sebelas secara beriringan dengan
puasa pada hari ke sepuluh, atau ketiga-tiganya.
Para ulama menyebutkan bahwa puasa Asyura itu ada tiga tingkat:
- Tingkat pertama, berpuasa selama tiga hari, yaitu hari ke sembilan, ke sepuluh dan ke sebelas.
- Tingkat kedua, berpuasa pada hari ke sembilan dan ke sepuluh.
- Tingkat ketiga, berpuasa hanya pada hari ke sepuluh.
Dalam kitab Shahih Muslim terdapat riwayat dari Abu Qatadah RA, bahwa
seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang puasa Asyura, beliau bersabda:
“Puasa pada hari Asyura menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang lewat.”
Dari Aisyah RA, dia berkata, Hari Asyura adalah hari yang dipuasakan
oleh orang-orang Quraisy pada masa jahiliyah, Rasulullah juga biasa
mempuasakannya. Dan tatkala datang di Madinah, beliau berpuasa pada hari itu
dan menyuruh orang-orang untuk turut berpuasa. Maka, tatkala diwajibkan puasa
Ramadhan, beliau bersabda,
“Siapa yang ingin berpuasa, hendaklah ia berpuasa dan siapa yang ingin
meninggalkannya, hendaklah ia berbuka.” (Muttafaq alaihi).
Dari Abu Hurairah RA dia berkata, Rasulullah SAW ditanya, ‘Shalat apa
yang lebih utama setelah shalat fardhu? Nabi menjawab, ‘Shalat di tengah
malam’. Mereka bertanya lagi, ‘Puasa apa yang lebih utama setelah puasa
Ramadhan?’ Nabi menjawab, ‘Puasa pada bulan Allah yang kamu namakan Muharram.”
(HR Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).
3. Muharram Sebagai Bulan Haram dan Bulan Allah
Bulan Muharam merupakan salah satu bulan haram. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
إِنَّ
عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ
يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan,
dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya
empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu
menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu. (QS. At Taubah : 36)
Empat bulan haram yang dimaksud dalam Surat At Taubah ayat 36 ini adalah
bulan Dzulqidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
Ashurul haram (bulan haram), termasuk bulan Muharam ini adalah bulan
yang dimuliakan Allah. Bulan-bulan ini memiliki kesucian, dan karenanya menjadi
bulan pilihan. Di antara bentuk kesucian dan kemuliaan bulan-bulan ini adalah
kaum muslimin dilarang berperang, kecuali terpaksa; jika diserang oleh kaum
kafir. Kaum muslimin juga diingatkan agar lebih menjauhi perbuatan aniaya pada
bulan haram.
Bulan Muharram ini juga disebut sebagai syahrullah (bulan Allah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَفْضَلُ
الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ
بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada
syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama
setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim)
Az Zamakhsyari menjelaskan, ”Bulan Muharram disebut syahrullah (bulan
Allah), disandarkan pada lafazh jalalah ’Allah’ untuk menunjukkan mulia dan
agungnya bulan ini. Sebagaimana kita menyebut ’Baitullah’ (rumah Allah) atau
’Ahlullah’ (keluarga Allah) ketika menyebut Quraisy. Penyandaran yang khusus di
sini dan tidak kita temui pada bulan-bulan lainnya, ini menunjukkan adanya
keutamaan pada bulan ini.”
Sedangkan Al Hafizh Abul Fadhl Al ’Iraqiy menjelaskan, Muharram disebut
syahrullah karena pada bulan ini diharamkan pembunuhan dan ia merupakan bulan
pertama dalam setahun.
3. Muharram Bulan Memperbanyak Amal Sholeh
Banyak amalan-amalan sunnah yang dapat dilakukan di bulan Muharram. beberapa di antaranya sebagai berikut:
1. Memperbanyak puasa sunnah
Amalan sunnah pertama pada bulan ini adalah memperbanyak puasa sunnah.
Sebab puasa sunnah paling utama adalah puasa sunnah di bulan ini sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
أَفْضَلُ
الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah (berpuasa) di
bulan Allah, Muharam. (HR. Muslim)
Ibnu Rajab mengisyaratkan, puasa yang dimaksud adalah puasa sunnah
mutlak, bukan puasa sunnah muqayyad. Umar, Aisyah dan Abu Tholhah termasuk para
shahabat yang banyak berpuasa di bulan-bulan haram termasuk bulan Muharram.
2. Puasa Asyura dan Puasa Tasu’a
Yakni puasa pada tanggal 10 Muharram. Ini adalah amal yang paling utama
dan puasa sunnah terbaik di bulan Muharram yang keutamaannya bisa menghapus
dosa setahun.
سُئِلَ
عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
Rasulullah ditanya mengenai puasa asyura, beliau menjawab, “ia bisa
menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)
Puasa Tasu'a adalah puasa pada tanggal 9 Muharram. Rasulullah berazam
untuk mengerjakannya, meskipun beliau tidak sempat menunaikan karena wafat
sebelum waktu itu tiba. Lalu para sahabatnya menjalankan puasa tasu’a seperti
keinginan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إذا
كان العام المقبل صمنا يوم التاسع
“Apabila tahun depan (kita masih diberi umur panjang), kita akan
berpuasa pada hari tasu’a (kesembilan).” (HR. As-Suyuthi; shahih)
3. Banyak Membantu orang lain
Amalan sunnah berikutnya adalah memberikan kelapangan kepada keluarga,
termasuk istri dan anak-anak, di hari asyura. Memberikan kelapangan ini
maksudnya adalah membantu mereka dan menyenangkan hati mereka. Misalnya buka
bersama di rumah makan, memberikan hadiah, dan sejenisnya.
Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah membuat judul khusus التوسعة
يوم عاشوراء (Bagaimana merayakan hari
Asyura). Sayyid Sabiq mencantumkan hadits ini di bawah judul tersebut:
مَنْ
وَسَّعَ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ
سَائِرَ سَنَتِهِ
“Barangsiapa memberi kelapangan bagi dirinya dan bagi keluarganya pada
hari Asyura, maka Allah akan memberi kelapangan baginya sepanjang tahun itu”
(HR. Baihaqi)
“Hadits tersebut memiliki riwayat lain, tetapi semuanya lemah,” kata
Sayyid Sabiq. “Hanya saja apabila digabungkan antara satu dengan lainnya, maka
bertambah kuat sebagaimana yang telah dikatakan Sakhawi.”
Berikut ini sebagian hadits-hadits yang dimaksud oleh Sayyid Sabiq
sebagai penguat hadits di atas:
مَنْ
وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي
سَنَتِهِ كُلِّهَا
“Barangsiapa memberi kelapangan bagi keluarganya pada hari Asyura, maka
Allah akan melapangkannya di keseluruhan tahun itu” (HR. Thabrani dan Hakim)
مَنْ
وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ لَمْ يَزَلْ فِي سَعَةٍ سَائِرَ
سَنَتِهِ
“Barangsiapa memberi kelapangan bagi keluarganya pada hari Asyura, maka
ia takkan kesulitan di waktu lain sepanjang tahun itu” (HR. Thabrani)
مَنْ
وَسَّعَ عَلَى أَهْلِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَسَّعَ اللَّهُ أَهْلِهِ طَوْلَ
سَنَتِهِ
“Barangsiapa memberi kelapangan bagi keluarganya pada hari Asyura, maka
Allah akan memberi kelapangan kepada keluarganya sepanjang tahun itu” (HR.
Baihaqi)
مَنْ
وَسَّعَ عَلَى أَهْلِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ سَائِرَ
سَنَتِهِ
“Barangsiapa memberi kelapangan bagi keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan memberi kelapangan baginya sepanjang tahun itu” (HR. Baihaqi)
Posting Komentar untuk "4 Hal Penting Bulan Muharram Yang Harus Diketahui"