Hukum dan Tatacara Sholat Istikharah Beserta Manfaatnya
Hukum Sholat Istikharah
Hukum Sholat Istikharah sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam
kitabnya al-Adzkar ialah sangat dianjurkan (sunnah) pada semua hal yang
memiliki beberapa alternatif. Hal tersebut sebagaimana hadis Rasulullah yang
diriwayatkan oleh Jabir Ibn Abdillah ra bersabda:
اذا
هم أحد كم بالأمر فليركع ركعتين ثم ليقل: أللهم... (رواه البخاري)
Artinya : “Jika
diantara kalian hendak melakukan perkara/urusan, maka rukuklah (shalatlah) dua
rakaat : kemudian berdoa…” (HR al-Bukhari)
Redaksi dalam hadits tersebut diatas ialah memakai lafadz ‘al-amr’ yang
berarti perkara atau urusan yang mengandung makna umum. Meskipun demikian
berbagai perkara wajib tidak perlu di-istikharahi. Sebab kita tidak punya
pilihan lain. Yaitu yang wajib harus dilakukan dan yang haram harus ditinggalkan.
Tidak perlu istikharah apakah akan mengerjakan shalat atau tidak misalnya.
Demikian juga dengan mencuri, berzina dan sejenisnya.
Dalam arti lain Istikharah ialah upaya memohon kepada Allah swt supaya
memberikan pilihan terbaik kepada kita pada hal-hal yang memang kita punya hak
untuk memilih antara mengerjakan dan meninggalkan. Seperti pekerjaan misalnya,
kita diperbolehkan bekerja sebagai pedagang, petani, pengusaha dan sebagainya.
Tatacara Melakukan Sholat Istikharah
Melakukan shalat istikharah sangat mudah, yaitu dengan melakukan shalat
dua rakaat dengan niat istikharah:
أصلى
سنة الإستخارة ركعتين لله تعالى
Artinya : Aku
berniat shalat istikharah dua raka’at karena Allah Ta’ala
Rakaat pertama setelah membaca surat al-Fatihah memabaca surat
al-Kafirun. Dan rakaat kedua setelah al-Fatihah membaca surat al-Ikhlas.
Kemudian setelah salam membaca do’a:
اللَّهُمَّ
إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ
مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ
أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ
هَذَا اْلأَمْرَ -وَيُسَمَّى حَاجَتَهُ- خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ
وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ
فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ
وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ
وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ
Artinya : “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat
kepada-Mu dengan ilmu pengetahuan-Mu dan aku mohon kekuasaan-Mu (untuk
mengatasi persoalanku) dengan kemahakuasaan-Mu. Aku mohon kepada-Mu sesuatu
dari anugerah-Mu Yang Maha Agung, sesungguhnya Engkau Mahakuasa, sedang aku
tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahuinya dan Engkau
adalah Maha Mengetahui hal yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui
bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat hendaknya menyebut persoalannya)
lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya terhadap diriku sukseskanlah untuk ku,
mudahkan jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi apabila Engkau
mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agama, perekonomian
dan akibatnya kepada diriku, maka singkirkan persoalan tersebut, dan jauhkan aku
daripadanya, takdirkan kebaikan untuk ku di mana saja kebaikan itu berada,
kemudian berilah kerelaan-Mu kepadaku.
Hasil dari sholat Istikharah biasanya timbul rasa tenang di dalam hati
dan mantap terhadap salah satu alternatif yang ada. Bisa juga hasil istikharah
diketahui lewat mimpi, dengan isyarat dan simbol-simbol tertentu. Kalau masih
ragu, istikharah dapat diulang dua atau tiga kali.
Jawaban Sholat Istikharah Tidak Selalu Dengan Mimpi
Syekh Said Ramadhan al-Buthi dalam himpunan fatwanya, Masyurat Ijtima’iyyat
pernah ditanya persoalan yang sama:
هل
يوجد نص شرعي حول تعلق الاستخارة بالرؤية؟ لا علاقة لصلاة الاستخارة برؤية
المنامات . بل هي مجرد صلاة ثم دعاء مأثور عن رسول الله . وليتابع بعد ذلك العمل
على مشروعه الذي استخار الله له. فإن كان خيرا يسر الله له بلوغه، وإن لم يكن خيرا
صرفه الله عنه.
Artinya : “Apakah
ditemukan dalil syara’ tentang hubungan shalat istikharah dengan mimpi pada
saat tidur? Tidak ada hubungan antara shalat istikharah dengan mimpi saat
tidur, bahkan shalat istikharah itu hanya sebatas melaksanakan shalat lalu
berdoa dengan doa yang disarikan dari Rasulullah. Lalu iringilah dengan
melakukan perbuatan yang diistikharahi. Jika perbuatan itu baik, maka Allah
akan mudahkan, dan jika buruk maka Allah akan memalingkan seseorang dari perbuatan
tersebut” (Syekh Said Ramadhan al-Buthi, Masyurat
Ijtima’iyyat, hal. 158)
Berpijak pada referensi di atas, beliau berpandangan bahwa tidak ada
keterkaitan sama sekali antara mimpi yang dialami oleh seseorang dengan shalat
istikharah yang telah dilakukan olehnya.
Dalam fatwanya yang lain, beliau menegaskan bahwa yang seharusnya
dilakukan oleh seseorang setelah melaksanakan shalat istikharah adalah bergegas
melaksanakan hal yang ia istikharahi. Jika ternyata diberi kemudahan maka hal
tersebut merupakan sesuatu yang baik baginya. Sebaliknya, jika saat hendak
melakukan hal yang ia istikharahi, ia mengalami hambatan dan kesulitan maka hal
tersebut tidak baik untuknya. Berikut redaksi fatwa beliau dalam referensi yang
sama:
كيف
أستطيع التوفيق بين الحديث (إذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه) وبين ما أشعر
به من عدم الارتياح بعد صلاة الاستخارة؟ ثمرة صلاة الاستخارة لا تتمثل في الانشراح
أو عدم الانشراح ولا في رؤية منام. وإنما المطلوب من صاحب المشروع بعد صلاة
الاستخارة أن يمضي في مشروعه ويمارس أسبابه، فإن كان خيرا يسره الله له ، وإن كان
شرا استغلقت عليه السبل وتعقد الأم
Artinya : “Bagaimana agar aku dapat menyelaraskan antara hadits
‘Ketika datang pada kalian orang yang kalian ridhai agama dan budi pekertinya,
maka nikahilah dia’ dan perasaan tak lega (tidak puas) setelah melaksanakan
shalat istikharah? Buah dari shalat istikharah bukanlah berupa lega atau
tidaknya hati, juga tidak pada mimpi saat tidur. Hal yang dituntut dari
seseorang setelah melaksanakan shalat istikharah adalah melanjutkan apa yang
biasa dilakukannya dan melaksanakan sebab-sebab terjadinya hal yang ia
istikharahi. Jika ternyata baik, maka Allah akan memudahkannya, dan jika buruk
maka Allah akan mengunci jalannya dan akan mengikat hal tersebut (agar tidak
terjadi)” (Syekh Said Ramadhan al-Buthi, Masyurat Ijtima’iyyat, hal. 159).
Pandangan tentang tidak adanya keterkaitan antara mimpi yang dialami
oleh seseorang dengan shalat istikharah, juga disampaikan oleh salah satu ulama
kenamaan mesir, Syekh Mutawali as-Sya’rawi dalam salah satu fatwa beliau:
وهل
ما يراه الإنسان في منامه بعد الاستخارة يدل على القبول أو الرفض؟ ويجيب فضيلة
الشيخ الشعراوي :إن الرؤيا في المنام لیست واردة في الاستخارة ، ولكن ما نراه في
المنام يأتي من شغل البال بالموضوع . إنما الاستخارة الشرعية التي علمنا إياها
النبي هي : أن نصلي ركعتين ، ثم نسأل الله
بالدعاء المعروف - ثم ما ينشرح له صدرك
بعد ذلك فهو ما يريده الله لك.
Artinya : “Apakah
mimpi yang dialami oleh seseorang setelah shalat istikharah menunjukkan
diterimanya hal yang ia istikharahi (di sisi Allah) atau tertolaknya hal
tersebut? Syekh as-Sya’rawi menjawab, ‘Mimpi pada saat tidur tidaklah berlaku
pada shalat istikharah, tetapi mimpi tersebut bermula dari isi hatinya terhadap
suatu subjek tertentu. Istikharah secara syara’ hanya tertentu pada hal yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad, yakni shalat dua rakaat lalu memohon pada Allah
dengan doa yang sudah dijelaskan (dalam hadits), lalu apa yang tercerahkan
(merasa lega) dalam hatimu setelah melaksanakan shalat dan doa istikharah, maka
itulah hal yang dikehendaki oleh Allah padamu” (Syekh
Mutawali as-Sya’rawi, al-Fatawa as-Sya’rawi, hal. 702).
Dua referensi di atas sekaligus menegaskan perbedaan pendapat tentang
jawaban dari pertanyaan “apakah kelegaan hati setelah shalat istikharah
merupakan pertanda jawaban baik atas hal yang semula kita bimbangkan?”
Pandangan Syekh Mutawali as-Sya’rawi tersebut senada dengan pendapat
an-Nawawi, bahwa kelegaan hati yang dialami oleh seseorang merupakan pertanda
baik dan jawaban atas shalat istikharah yang dilakukan seseorang. Sedangkan
pendapat Syekh Said Ramadhan bahwa jawaban dari shalat istikharah tidak
ditentukan dari kelegaan hati (insyirah ash-shadri) melainkan dari sulit dan
mudahnya seseorang tatkala melakukan hal yang ia istikharahi, sesuai dengan
pendapat Ibnu Qayyim al-Jauzi yang disampaikan dalam kitab Zad al-Ma’ad dan
Madarij as-Salikin (lihat: Abu al-Hasan Ubaidillah al-Mubarakfuri, Mir’ah
al-Mafatih, juz 4, hal. 364-365).
Menemukan Jawaban Sholat Istikharah Dengan Al Qur'an
Dalam laman NU Online dengan judul Ijazah Menemukan Jawaban Istikharah
Lewat Ayat Qur’an. Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten
Pringsewu Lampung KH Sujadi memberikan ijazah dengan mengamalkan QS. Al-An'am
Ayat 59. Redaksi ayat tersebut adalah:
وَعِنْدَهٗ
مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ اِلَّا هُوَۗ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْبَرِّ
وَالْبَحْرِۗ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ
فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ
مُّبِيْنٍ
Artinya: Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang
mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak
ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir
biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang
kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Ayat ini bisa dijadikan washilah untuk menemukan tanda-tanda atau alamat
dari hasil istikharah yang kita lakukan dengan cara sebagai berikut:
- Baca surat Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad SAW, Nabi Khidir, dan Shahibul Ijazah
- Baca 7 kali QS. Al-An'am Ayat 59
- Kemudian bukalah mushaf Al-Qur’an secara acak satu kali
- Dari halaman tersebut, bukalah kembali 7 halaman Al-Qur’an ke depan
- Setelah menemukan halaman ketujuh, bacalah baris ketujuh dari halaman
tersebut. Insyaallah
pada baris ketujuh ini akan ditemukan jawaban dari istikharah yang kita
lakukan. Dan jika ingin menguatkan kembali, kita bisa melakukan shalat
istikharah kembali dan mengamalkan ijazah ini kembali. Namun ia mengingatkan
bahwa langkah menemukan jawaban istikharah dari ijazah ini dan ayat apapun yang
ditemukan nantinya, semua harus dikembalikan pada Allah SWT. Allah lah yang
berhak untuk menentukan takdir baik dan buruk pada manusia.
Ayat ini menurutnya juga penting untuk dihafalkan karena seseorang yang
hafal ayat ini, dengan izin Allah akan diberi alamat atau tanda-tanda apa yang
akan terjadi. Tanda-tanda yang ditunjukkan ini terkadang tidak disadari ataupun
disadari oleh orang tersebut. Dengan hal ini juga akan semakin mendekatkan diri
pada Allah SWT dan menyadari bahwa ada yang lebih berkuasa dari segalanya yakni
Allah SWT. Ayat ini juga mampu menjadikan seseorang menjadi pembuka pintu-pintu
kebaikan dan penutup pintu-pintu kejelekan. Hal ini tertuang dalam hadits Nabi
Muhammad SAW yang diriwayatkan Anas bin Malik:
قال
رسول الله صلَّى الله عليه وسلَّم: إِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ
مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ، وَإِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ
لِلْخَيْرِ، فَطُوبَى لِمَنْ جَعَلَ اللهُ مَفَاتِيحَ الخَيْرِ عَلَى يَدَيْهِ،
وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللهُ مَفَاتِيحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ
Artinya: “Sesungguhnya ada di antara manusia yang merupakan para pembuka pintu-pintu kebaikan dan penutup pintu-pintu kejelekan dan sungguh ada pula di antara manusia yang merupakan para pembuka pintu-pintu kejelekan dan penutup pintu-pintu kebaikan. Maka, berbahagialah bagi orang yang Allah jadikan sebagai pembuka pintu-pintu kebaikan melalui tangannya dan celakalah bagi orang yang Allah jadikan sebagai pembuka pintu-pintu kejelekan melalui tangannya.”
Posting Komentar untuk "Hukum dan Tatacara Sholat Istikharah Beserta Manfaatnya"