Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

2 Alasan Cryptocurrency Tidak Masuk Kategori Sil'ah

Hukum Cryptocurrency

Pengertian Cryptocurrency

Cryptocurrency atau Mata uang kripto dalam wikipedia diartikan sebagai aset digital yang dirancang untuk bekerja sebagai media pertukaran yang menggunakan kriptografi yang kuat untuk mengamankan transaksi keuangan, mengontrol proses pembuatan unit tambahan, dan memverifikasi transfer aset. Mata uang kripto yang paling terkenal adalah bitcoin, selain bitcoin masih ada ribuan mata uang kripto, di antaranya ehtereum, litecoin, ripple, stellar, dogecoin, cardano, tether, monero, tron, dll. Mata uang kripto menggunakan kontrol terdesentralisasi sebagai lawan dari mata uang digital terpusat dan sistem perbankan sentral.

Jan Lansky menjelaskan bahwa cryptocurrency merupakan sistem yang memenuhi enam syarat:

  1. Sistem tidak memerlukan otoritas pusat, negaranya dikelola melalui konsensus terdistribusi.
  2. Sistem menyimpan ikhtisar unit mata uang kripto dan kepemilikannya.
  3. Sistem menentukan apakah unit mata uang kripto baru dapat dibuat. Jika unit mata uang kripto baru dapat dibuat, sistem mendefinisikan keadaan asal mereka dan bagaimana menentukan kepemilikan unit baru ini.
  4. Kepemilikan unit mata uang kripto dapat dibuktikan secara eksklusif secara kriptografis.
  5. Sistem ini memungkinkan transaksi dilakukan di mana kepemilikan unit kriptografi diubah. Pernyataan transaksi hanya dapat dikeluarkan oleh entitas yang membuktikan kepemilikan saat ini dari unit-unit ini.
  6. Jika dua instruksi berbeda untuk mengubah kepemilikan unit kriptografi yang sama dimasukkan secara bersamaan, sistem melakukan paling banyak salah satunya.

Dalam Sejarahnya, ahli kriptografi dari Amerika David Chaum pada tahun 1983 menggunakan uang elektronik kriptografi yang disebut e-cash. Kemudian, pada tahun 1995, ia mengimplementasikannya melalui Digicash, bentuk awal pembayaran elektronik kriptografi yang memerlukan perangkat lunak pengguna untuk menarik catatan dari bank dan menunjuk kunci terenkripsi tertentu sebelum dapat dikirim ke penerima. Hal ini memungkinkan mata uang digital tidak dapat dilacak oleh bank penerbit, pemerintah, atau pihak ketiga mana pun.

Pada tahun1996, NSA menerbitkan sebuah makalah berjudul How to Make a Mint: the Cryptography of Anonymous Electronic Cash, menggambarkan sistem Mata uang kripto yang pertama menerbitkannya di milis MIT an kemudian pada tahun 1997, in The American Law Review (Vol. 46, Issue 4).

Pada tahun 1998, Wei Dai menerbitkan deskripsi "b-money", yang dicirikan sebagai sistem kas elektronik terdistribusi. tak lama kemudian, Nick Szabo menggambarkan bit gold, seperti bitcoin dan mata uang kripto lain yang akan mengikutinya, bit gold digambarkan sebagai sistem mata uang elektronik yang mengharuskan pengguna untuk melengkapi bukti fungsi kerja dengan solusi yang secara kriptografi disatukan dan diterbitkan. Sistem mata uang berdasarkan bukti kerja yang dapat digunakan kembali kemudian dibuat oleh Hal Finney yang mengikuti karya Dai dan Szabo.

Mata uang kripto terdesentralisasi pertama, bitcoin, dibuat dan diadakan pada 2009 oleh pengembang Satoshi Nakamoto. ini menggunakan SHA-256, fungsi hash kriptografi, sebagai skema pembuktian kerjanya. Pada April 2011, Namecoin dibentuk sebagai upaya untuk membentuk DNS terdesentralisasi, yang akan membuat sensor internet sangat sulit. Segera setelah itu, pada Oktober 2011, Litecoin dibebaskan. itu adalah mata uang kripto yang sukses pertama yang menggunakan scrypt sebagai fungsi hash SHA-256. Cryptocurrency terkenal lainnya, Peercoin adalah yang pertama menggunakan hybrid proof-of-work / proof-of-stake.


Pengertian Sil'ah

Sil’ah, secara bahasa memiliki pengertian yang sama dengan mabi’, yaitu sebagai barang / komoditas yang bisa diakadi dengan akad jual beli.

المبيع: السلعة التي جرى عليها عقد البيع

Artinya: Mabi’ adalah komoditas yang bisa menerima berlakunya akad jual beli. (Mu’jam Lughati al-Fuqaha, halaman: 401).

Karena bisa diakadi dengan akad jual beli, maka sil’ah juga bisa diniagakan (di-trading-kan). Sebagaimana hal ini diungkap oleh Syeikh Jamal (w. 1204 H) dalam kitab Hasyiyatu al-Jamal ‘ala Syarh al-Manhaj, juz 2, halaman 265, bahwa:

والتِّجارَةُ هِيَ التَّقْلِيبُ فِي السِّلَعِ بِقَصْدِ الأرْباحِ

Artinya: Niaga merupakan upaya mengelola sil’ah dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

Dengan mencermati akan hal itu, maka pada sil’ah (komoditas) secara mutlak wajib mengikuti syarat dan ketentuan mengenai “barang” yang bisa dijualbelikan.

Syarat barang yang bisa dijualbelikan dalam Islam, ada 7, yaitu:

حلية العلماء في معرفة مذاهب الفقهاء ط الرسالة الحديثة ٤/‏٥٥ — الشاشي، أبو بكر (ت ٥٠٧)

وشروطُ المَبِيعِ سَبعةٌ وهو أن يكونَ طاهرًا  مُنْتَفَعًا به شَرْعًا انتِفاعًا يقابَلُ بالماليةِ عادةً مقدُورًا على تسْليمِهِ حِسًّا وشَرْعًا للعاقِدِ علَيه ولايةُ العقْدِ  معلُومًا، ويتناولُ العلمَ بالصفةِ، وهو الرؤْيةُ سالمًا مِن الرِّبا قد أُمِنَتْ فيهِ العاهةُ عادةً، لِيخرجَ بيعُ الثمارِ قَبْلَ بُدوِّ الصَّلاحِ، مِن غَيرِ شرْطِ القَطْعِ

  1. Jika barang tersebut suci. (mafhumnya, bahwa barang tersebut suci adalah barang tersebut wujud atau ada fisiknya).
  2. Bisa dimanfaatkan oleh pembeli secara syara’ dengan pemanfaatan yang sebanding/sejalan dengan status hartawinya secara adat.
  3. Bisa diserah terimakan secara hissy (maqduran ala taslimihi hissan) dan secara syar’i.
  4. Pihak yang berakad menguasai pelaksanaan akadnya.
  5. Mengetahui baik secara fisik dengan jalan melihat atau secara karakteristik dari barang.
  6. Selamat dari akad riba
  7. Aman dari kerusakan sampai barang tersebut sampai di tangan pembelinya (qabdl). Dengan kata lain, sil’ah wajib terdiri dari barang yang bisa dijamin penunaiannya.

Adapun pengertian “barang” secara fikih, sebagai obyek yang bisa dijualbelikan adalah wajib mencakup 2 ketentuan, yaitu:

Berupa ain musyahadah (barang fisik), atau

Berupa syaiin maushuf fi al-dzimmah (barang berjamin aset). Termasuk aset yang bisa dijadikan jaminan barang ini, adalah aset yang terdiri atas ain (materi), dain (utang) dan fi’lin (pekerjaan, jasa/manafi’ dan hak)

Syeikh Bujairamy (w. 1221 H) di dalam Hasyiyah Bujairamy ala al-Khathib, juz 3, halaman: 4, menjelaskan, bahwa:

(البُيُوعُ ثَلاثَةُ أشْياءَ) أيْ أنْواعٍ بَلْ أرْبَعَةٌ كَما سَيَأْتِي. الأوَّلُ. (بَيْعُ عَيْنٍ مُشاهَدَةٍ) أيْ مَرْئِيَّةٍ لِلْمُتَبايِعَيْنِ (فَجائِزٌ) لِانْتِفاءِ الغَرَرِ. (و) الثّانِي (بَيْعُ شَيْءٍ) يَصِحُّ السَّلَمُ فِيهِ (مَوْصُوفٍ فِي الذِّمَّةِ)

Artinya: Jual beli itu ada tiga perkara atau tiga macam, dalam satu wajah ada 4 macam. Pertama: jual beli barang fisik yang bisa disaksikan oleh dua orang yang saing melakukan akad, maka hukumnya adalah boleh karena ketiadaan gharar (penipuan). Kedua, jual beli sesuatu yang bisa ditunjukkan karakteritiknya dan berjamin.


Crypto Bukan Sil'ah

Berdasarkan 2 (dua) definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua aset kripto cryptocurrency, pada dasarnya tidak memenuhi kategori sebagai sil’ah (komoditas) secara fikih, disebabkan:

  1. Tidak masuk kategori ain musyahadah
  2. Tidak masuk kategori syaiin maushuf fi al-dzimmah.

 

Dengan demikian maka Cryptocurrency juga tidak memiliki potensi untuk bisa diserahterimakan secara hissan (inderawi) maupun syar’an dan Cryptocurrency termasuk aset ma’dum (fiktif)

Sulthanu al-Ulama’ al-Izz Ibn Abdi al-Salam (w. 660 H), di dalam Al-Ghayah fi Ikhtishari al-Nihayah, juz 3, halaman 324 menjelaskan:

نهت السنّة عن بيع حَبَل الحَبَلة، وعن بيع الملاقيح والمضامين، وعن الملامسة والمنابذة، وعن بيع الحصاة، وكلُّ ذلك فاسد. فأمّا حَبَل الحَبَلة: فهو البيع بثمن مؤجَّل إلى نتاج النتاج، أو بيع نتاج النتاج قبل وجوده

Artinya : Rasulullah SAW telah melarang jual beli kandungannya kandungan, jual beli mulaqih, mudlammin, mulamasah, munabadzah dan jual beli hashah. Seluruhnya termasuk akad yang fasid. Adapun jual beli habl al-hablah, adalah jual bei dengan harga tempo terhadap kandungannya hewan yang masih ada dalam kandungan, atau jual beli kandungannya kandungan sebelum wujud (nampak fisik).

Posting Komentar untuk "2 Alasan Cryptocurrency Tidak Masuk Kategori Sil'ah"