Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Heroik Abu Dujanah, Sahabat Yang Membuat Nabi Meneteskan Air Mata

Abu Dujanah Tameng Rasulullah di Perang Uhud

Abu Dujanah, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW dari kalangan Anshor. Dikatakan sahabat nabi sebab dia hidup berjumpa dengan nabi Muhammad SAW dalam keadaan beragama Islam. Disebut dari kalangan Anshor sebab dia merupakan penduduk Yatsrib yang membantu sahabat muhajirin mekkah dalam peristiwa hijrah. Kisah Abu Dujanah banyak diakitkan dengan kewira'iannya dalam menjaga diri dan keluarganya dari memakan makanan haram, kisah ini terkait dengan sepohon kurma milik tetangga yang tumbuh disebalah rumahnya. Merupakan kisah haru yang dapat meneteskan air mata bagi para pembacanya. Namun dilain itu, Abu Dujanah merapakan sosok yang hebat, perkasa, dan sangat berpengaruh dan terlibat dalam berbagai perang melawan orang-orang kafir.

Biografi Singkat Abu Dujanah

Abu Dujanah mempunyai nama lengkap Simak bin (Aus bin) Kharasyah bin Laudzan. Abu Dujanah adalah sahabat Nabi Muhammad SAW, dari Anshar dan kabilah Bani Sa'idah. Dia ikut serta dalam Perang Badar, Perang Uhud dan perang-perang Nabi yang lain. Dia tergolong sahabat yang tidak lepas dari Nabi saw pada Perang Uhud sekalipun kaum Quraisy mendapatkan kemenangan. Nabi saw memberikan pedang kepadanya pada perang Uhud. Abu Dujanah banyak menunjukkan keberanian dan pertahanan dirinya dalam perang. Bahkan, Nabi saw mendoakannya secara khusus.

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Di zaman Abu Bakar ash-Shiddiq terjadi peperangan dengan nabi palsu, Musailimah al-Kazzab. Nabi palsu ini memiliki kabilah yang besar dan kuat. Abu Bakar yang menjabat khalifah mengirim pasukan besar untuk menghentikan kerusakan yang dibuatnya. Di tengah pasukan tersebut terdapat Abu Dujanah radhiallahu ‘anhu. Abu Dujanah turut hadir dalam Perang Yamamah tersebut. Ketika para pengikut Musailamah al-Kadzdzab sembunyi di balik sebuah kebun, Abu Dujanah dengan berani membangkitan kaum muslimin untuk berperang.

Saat Musailimah tengah terdesak, ia dan pengikutnya masuk ke sebuah kebun. Kebun yang menjadi benteng yang kokoh dan sulit untuk diterobos. Disebutkan, di antara para sahabat pemberani yang menerobos benteng tersebut adalah Abu Dujanah. Mereka membukakan jalan agar para sahabat lain bisa ikut masuk ke dalam kebun. Atas pertahanan dan keberaniannya, kaum muslimin berhasil menembus ke dalam kebun. Dilaporkan ia dapat melukai Musailamah dan berperang hingga meneguk cawan syahadah. Di Perang besar ini, kaki Abu Dujanah patah. Namun ia tak peduli. Mengandalkan satu kakinya, ia tetap kuat melangkah, merangsek bersama pasukan ke dalam kebun. Dan di hari itulah ia gugur menemui ajalnya. Saat itu Wahsyi berhasil menghujamkan tombaknya kepada Musailimah. Lalu bagian atas tubuhnya ditebas oleh Abu Dujanah. Wahsyi berkata, “Dan Allah lebih tahu siapa yang membunuhnya.” Akhirnya, Abu Dujanah gugur sebagai syahid dalam perang melawan Musailamah al-Kadzdzab pada tahun 12 H.

Kisah Heroik Abu Dujanah Di Medan Perang Uhud

Az-Zubair bin al-Awwam mengatakan, “Saat Perang Uhud, Rasulullah menawarkan pedangnya. Beliau mengatakan, ‘Siapa yang mau memegang pedang ini dan menunaikan haknya’? Lalu aku berdiri dan mengatakan, ‘Aku, wahai Rasulullah’. Namun beliau berpaling dariku. Kemudian beliau kembali mengatakan, ‘Siapa yang mau memegang pedang ini dan menunaikan haknya’? Aku kembali menyambutnya, ‘Aku, wahai Rasulullah’. Tapi beliau tetap berpaling dariku. Beliau ulangi untuk kali yang ketiga, ‘Siapa yang mau memegang pedang ini dan menunaikan haknya’? Berdirilah Abu Dujanah Simak bin Kharasyah. Ia berkata, ‘Aku yang akan memegangnya sesuai dengan haknya, hai Rasulullah. Apa haknya itu’? Rasulullah menjawab, ‘Jangan engkau membunuh seorang muslim pun dan jangan lari dari orang kafir’. Beliau serahkan pedang itu padanya. Dan Abu Dujanah dikenal dengan ikat kepalanya.

Saat Abu Dujanah mengambil pedang itu dari tangan Rasulullah. Ia keluarkan ikat kepalanya dan ia ikatkan di kepalanya. Ia jalan dengan congkaknya di antara barisan umat Islam dan musuh.”

Ibnu Ishaq mengatakan, “Saat melihat Abu Dujanah berjalan dengan congkak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkomentar,

إنها لمشية يبغضها الله إلا في مثل هذا الموطن
‘Cara jalan seperti ini dibenci oleh Allah. Kecuali di tempat seperti ini (medan perang)’.

Az-Zubair berkata, “Sungguh akan kuikuti dia. Untuk melihat apa yang akan ia perbuat. Kulihat setiap ada musuh di hadapannya, ia habisi dan ia buat lari. Hingga ia terhenti di hadapan barisan perempuan di kaki bukit. Perempuan-perempuan itu memegang duf. Di antara perempuan itu berkata,

نحن بنات طارق  ***  نمشي على النمارق
إن تقبلوا نعـانق  ***    ونبسـط النمارق
أو تدبروا نفـارق   ***   فـراقًا غير وامق

Kami ini putri-putri perjalanan *** kami berjalan dengan bantal sandaran
Kalau kalian terima kami tempelkan leher kami *** kami hamparkan bantal sandaran
Atau kalian menolak kami pergi *** pergi tanpa cinta

Lalu ia arahkan pedangnya ke perempuan itu untuk menebaskannya. Tapi kemudian ia tahan. Usai peperangan, kutanyakan padanya perihal itu. “Seluruh yang kau perbuat telah kulihat. Kecuali ketika engkau menghunuskan pedang pada seorang perempuan, namun kau tak jadi menebaskannya.” Abu Dujanah menjawab, “Sungguh demi Allah, aku memuliakan pedang Rasulullah agar ia tidak membunuh seorang wanita.”

Qatadah bin Nu’man berkata, “Di Perang Uhud, aku berada di depan Rasulullah. Kujadikan bagian depan tubuhku tameng untuk bagian depan tubuh beliau. Semenrata Abu Dujanah Simak bin Kharasyah menjaga sisi belakang Rasulullah. Hingga punggungnya dipenuhi dengan panah di hari Uhud itu.

Amalan Andalan Abu Dujanah

Zaid bin Aslam berkata, “Ada seseorang menemui Abu Dujanah saat ia sedang sakit. Saat itu wajahnya berseri. Orang itu bertanya, ‘Apa yang membuat wajahmu berseri-seri (bahagia)’. Ia menjawab, ‘Tak ada amalanku yang paling aku andalkan lebih dari dua amalan. Pertama: Aku tidak berbicara pada suatu perkara yang bukan urusan dan kadar kemampuanku. Yang kedua: aku memiliki hati yang bersih terhadap seorang muslim’.”

Abu Dujanah Kesatria Terbaik Pasukan Muslim

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Ali dengan pedangnya datang menemui Fatimah. Saat itu Fatimah sedang membersihkan darah di wajah Rasulullah. Ali berkata, ‘Ambil pedang ini. Ia telah berperang dengan baik’. Rasulullah menimpali, ‘Kalau engkau baik dalam perang hari ini, maka Sahl bin Hunaif juga melakukan yang terbaik. Demikian juga dengan Ashim bin Tsabit, al-Harits bin ash-Shammah, dan Abu Dujanah’.”

Abu Dujanah dan Pohon Kurma

Dalam kitab I'anatuth-Thalibin Bab Luqatah karya Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati (wafat 1302 H) diceritakan sebuah kisah sahabat yang membuat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) meneteskan air mata.

Suatu hari, usai salat shubuh berjamaah bersama Rasulullah SAW , Abu Dujanah selalu terburu-buru pulang tanpa mengikuti doa ba'da salat yang dipanjatkan Rasulullah. Melihat gelagat ini, Rasulullah mencoba meminta klarifikasi pada Abu Dujanah. "Mengapa setiap kali kamu terburu-buru pulang dari jamaah shubuh. Apakah engkau tidak memiliki permintaan kepada Allah sehingga tidak pernah menungguku selesai berdoa. Ada apa?" tanya Nabi.

Abu Dujanah menjawab, "Begini Rasulullah," kata Abu Dujanah memulai ceritanya.
"Rumah kami berdampingan persis dengan rumah seorang laki-laki. Di atas pekarangan rumah milik tetangga kami ini, terdapat satu pohon kurma menjulang, dahannya menjuntai ke rumah kami. Setiap kali ada angin bertiup di malam hari, kurma-kurma tetanggaku itu saling berjatuhan, mendarat di rumah kami.”
"Ya Rasul, kami keluarga orang yang tak berpunya. Anakku sering kelaparan, kurang makan. Saat anak-anak kami bangun, apa pun yang didapat, mereka makan. Oleh karena itu, setelah selesai salat, kami bergegas segera pulang sebelum anak-anak kami terbangun dari tidurnya. Kami kumpulkan kurma-kurma milik tetangga kami yang berceceran di rumah, lalu kami kembalikan kepada pemiliknya."
"Satu saat, kami agak terlambat pulang. Ada anakku yang sudah terlanjur makan kurma hasil temuan. Mata kepala saya sendiri menyaksikan, tampak ia sedang mengunyah kurma basah di dalam mulutnya. Ia habis memungut kurma yang telah jatuh di rumah kami semalam."
Mengetahui itu, lalu jari-jari tangan kami masukkan ke mulut anakku itu. Kami keluarkan apa pun yang ada di sana. Kami katakan, 'Nak, janganlah kau permalukan ayahmu ini di akhirat kelak.' Anakku menangis, kedua pasang kelopak matanya mengalirkan air karena sangat kelaparan.
Wahai Rasululah, kami katakan kembali kepada anakku itu, ‘Hingga nyawamu lepas pun, aku tidak akan rela meninggalkan harta haram dalam perutmu. Seluruh isi perut yang haram itu, akan aku keluarkan dan akan aku kembalikan bersama kurma-kurma yang lain kepada pemiliknya yang berhak."
Mendenar itu, mata Rasulullah SAW berkaca-kaca, butiran air mata mulianya berderai begitu deras. Baginda Rasulullah mencoba mencari tahu siapa sebenarnya pemilik pohon kurma yang dimaksud Abu Dujanah itu. Abu Dujanah pun mengatakan bahwa pohon kurma itu milik seorang laki-laki munafik.

Tanpa basa-basi, Baginda Nabi mengundang pemilik pohon kurma. Rasul lalu mengatakan, "Bisakah tidak jika aku minta kamu menjual pohon kurma yang kamu miliki itu? Aku akan membelinya dengan sepuluh kali lipat dari pohon kurma itu sendiri. Pohonnya terbuat dari batu zamrud berwarna biru. Disirami dengan emas merah, tangkainya dari mutiara putih. Di situ tersedia bidadari yang cantik jelita sesuai dengan hitungan buah kurma yang ada." kata Rasulullah menawarkan.

Laki-laki munafik ini lantas menjawab dengan tegas, "Saya tak pernah berdagang dengan memakai sistem jatuh tempo. Saya tidak mau menjual apa pun kecuali dengan uang kontan dan tidak pakai janji kapan-kapan."

Tiba-tiba sahabat setia Abu Bakar as-Shiddiq RA datang. Lantas berkata, "Ya sudah, aku beli dengan sepuluh kali lipat dari tumbuhan kurma milik Pak Fulan yang varietasnya tidak ada di kota ini (lebih bagus jenisnya)."

Si munafik pun kegirangan sembari berujar: "Ya sudah, aku jual."

Abu Bakar menyahut, "Bagus, aku beli." Setelah sepakat, Abu Bakar langsung menyerahkan pohon kurma itu kepada Abu Dujanah.

Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Hai Abu Bakar, aku yang menanggung gantinya untukmu."

Mendengar sabda Nabi itu, Abu Bakar bergembira bukan main. Begitu pula Abu Dujanah. Sedangkan si munafik berjalan mendatangi istrinya. Lalu mengisahkan kisah yang baru saja ia alami.

"Aku telah mendapat untung banyak hari ini. Aku dapat sepuluh pohon kurma yang lebih bagus. Padahal kurma yang aku jual itu masih tetap berada di pekarangan rumahku. Aku tetap yang akan memakannya lebih dahulu dan buah-buahnya pun tidak akan pernah aku berikan kepada tetangga kita itu sedikit pun."

Malamnya, saat si munafik tidur, dan bangun di pagi harinya, tiba-tiba pohon kurma yang ia miliki berpindah posisi, menjadi berdiri di atas tanah milik Abu Dujanah. Dan seolah-olah tak pernah sekalipun tampak pohon itu tumbuh di atas tanah si munafik. Tempat asal pohon itu tumbuh, rata dengan tanah. Ia keheranan tiada tara.

Demikian kisah sahabat dan pohon kurma yang membuat Rasulullah SAW menangis. Hikmah yang kita petik dari kisah ini adalah kehati-hatian para sahabat menjaga diri dan keluarganya dari makanan yang haram. Kemudian pohon kurma yang berpindah posisi itu adalah salah satu mukjizat Nabi SAW yang langsung dirasakan oleh sahabat Abu Dujanah.

Posting Komentar untuk "Kisah Heroik Abu Dujanah, Sahabat Yang Membuat Nabi Meneteskan Air Mata"