Hukum Asal Menjadi Penetapan Atas Segala Sesuatu, Qaidah Fiqih (7)
Kaidah fiqih merupakan kaidah-kaidah yang berasal dari simpulan dalil Al-Quran dan sunnah berdasarkan rumusan ulama' terkait hukum – hukum fiqh. Ada banyak sekali kaidah fiqh yang dihasilkan oleh para ulama. Namun, ada 5 kaidah umum yang utama. Lima kaidah ini sering disebut sebagai al-qawaid al-fiqhiyah al-kubra. Dari 5 kaidah mempunyai turunan kaidah lanjutan sebanyak 40. Kaidah yang ketujuh ialah
اْلأَصْلُ بَقَاءُ مَا كَانَ عَلَى مَا كَانَ
“Asalnya itu tetapnya sesuatu atas sesuatu”
Implementasi kaidah di atas ialah sebagai berikut :
- Barang siapa yang makan sahur diakhir malam dan ragu-ragu telah muncul fajar, maka sah puasanya, karena sesungguhnya asalnya adalah masih tetapnya malam.
- Barang siapa yang berbuka puasa diakhir siang dengan tanpa ijtihad, dan ia raguragu pada terbenamnya matahari, maka batal puasanya, karena sesungguhnya asalnya adalah masih tetapnya siang.
- Kedua suami istri hidup susah dalam waktu yang cukup lama, kemudian istrinya menggugat suaminya tidak pernah memberikannya pakaian, dan nafkah, maka ucapan yang dipegang adalah ucapan si istri itu, karena pakaian dan nafkah itu berada pada tanggungan suaminya dan suami tidak dapat memenuhi keduanya (pakaian dan nafkah)
- Suami istri yang berselisih/berseteru tentang masalah tamkin (perlakuan istri melayani suami), maka ucapan yang dipegang adalah ucapan suami, karena asalnya itu tidak adanya tamkin, maka tidak wajib bagi suami untuk memberikan nafkah, karena nafkah itu wajib jika adanya tamkin.
- Seseorang yang telah membeli air kemudian menggugat bahwa air itu najis, dan hendak mengembalikannya, maka ucapan yang mesti dipegang adalah ucapan si penjual, karena sesungguhnya asalnya air itu adalah suci.
- Seseorang yang meragukan air suci yang berubah, apakah perubahan itu sedikit atau banyak, maka air itu masih tetap suci.
Posting Komentar untuk "Hukum Asal Menjadi Penetapan Atas Segala Sesuatu, Qaidah Fiqih (7)"