Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perbedaan Hari Raya Ketupat dan Idul Fitri serta Idul Adha


Umat muslim dunia merayakan hari raya dua kali dalam setiap tahun, yaitu hari raya idul fitri dan idul adha. Hal tersebut berbeda dengan masyarakat muslim di Indonesia, sebab di nusantara ini juga merayakan hari raya ketupat. Apakah itu hari raya ketupat? Bagaimana perbedaan hari raya ketupat dan hari raya idul fitri, serta hari raya idul adha.

Sebagaimana diketahui dalam kitab-kitab salaf, bahwa hari raya idul fitri terjadi pada tanggal 1 Syawal dalam setiap tahun. Orang Islam diwajibkan berpuasa selama bulan Ramadhan, diwajibkan membayar zakat fitrah bagi yang mendapati malam Idul Fitri, serta melaksanakan sholat idul fitri dan dilanjut dengan momen saling bermaaf-maafan. Sedangkan hari raya idul adha dirayakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, bersamaan dengan pelaksanaan haji di Ka'bah, Mekah. Ritual ibadah idul adha dimulai dengan kesunahan puasa dihari Arofah tanggal 9 Dzhulhijjah, serta sholat sunnah idul adha dan dilanjutkan dengan ibadah qurban di tanggal 10 - 13 Dzulhijjah atau yang lebih dikenal dengan nama hari Tasyrik (11 - 13 Dzulhijjah). Penjelasan ini senada dengan keterangan dalam kitab Fathul Qorib berikut,

(فَصْلٌ وَصَلَاةُ الْعِيْدَيْنِ) أَيِ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى (سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ) وَتُشْرَعُ جَمَاعَةً لِمُنْفَرِدٍ وَمُسَافِرٍ وَحُرٍّ وَعَبْدٍ وَخُنْثًى وَامْرَأَةٍ لَا جَمِيْلَةٍ وَلَا ذَاتِ هَيْئَةٍ أَمَّا الْعَجُوْزُ فَتَحْضُرُ الْعِيْدَ فِيْ ثِيَابِ بَيْتِهَا بِلَا طِيْبٍ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِيْدِ مَا بَيْنَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَزَوَالِهَا.

Artinya: (Fasal) sholat dua hari raya, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adlha hukumnya adalah sunnah muakkad. Sholat hari raya disunnahkan untuk berjama’ah bagi orang sendirian, musafir, orang merdeka, budak, huntsa dan wanita yang tidak cantik dan tidak dzatul haiat. Sedangkan untuk wanita lanjut usia, maka sunnah menghadiri sholat hari raya dengan mengenakan pakaian keseharian tanpa memakai wewangian. Waktu pelaksanaan sholat Ied adalah di antara terbitnya matahari dan tergelincirnya.

Berbeda dengan kedua hari raya sebagai mana tersebut di atas, Hari Raya Ketupat merupakan hari raya tradisi adat muslim di Indonesia yang dirayakan pada malam tanggal 8 Syawal. Hari raya ini bukan ditandai dengan dilaksanakannya sholat hari raya sebagaimana idul fitri dan idul adha, melainkan saling berbagi ketupat kepada sanak keluarga dan tetangga sekitar.

Sejarah Hari Raya Ketupat

Hari Raya Ketupat ialah hari raya yang diselenggarakan oleh umat muslim di Nusantara Indonesia pada tanggal 8 Syawal. Lebaran Ketupat ini murni tradisi masyarakat Islam di Nusantara untuk menunjukkan kegembiraan setelah melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal, dimana tanggal 1 Syawal sebagai Hari Idul Fitri, tanggal 2 - 7 Syawal berpuasa enam hari bulan Syawal, dan lebaran ketupat ditanggal 8 Syawal. Hari Raya Ketupat 2022 jatuh pada Hari Senin, 9 Mei 2022 yang merupakan hari ke 8 dari Hari Raya Idul Fitri di hari Senin, 2 Mei 2022.

Masyarakat Islam Jawa pada umumnya melaksanakan dua kali Lebaran, yaitu Lebaran Idul Fitri dan Lebaran Ketupat. Pelaksanaan Lebaran Idul Fitri diselenggarakan tepat pada tanggal 1 Syawal, sementara Pelaksanaan Lebaran ketupat ialah pada satu pekan setelahnya. Tradisi Lebaran ketupat ini diselenggarakan pada hari ke delapan bulan Syawal setelah menyelesaikan puasa Syawal selama 6 hari. Hal ini berdasarkan anjuran Nabi Muhammad SAW yang memerintahkan umat Islam untuk berpuasa sunnah 6 Hari di bulan Syawal.

Hari raya ketupat -sebagaimana dilansir dari NU Online- pertama kali dipernalkan oleh Sunan Kali Jaga, salah satu dari wali songo yang menyebarkan ajaran islam di Indonesia.

Filosofi Hari Raya Ketupat

Ketupat lebaran bukanlah sekedar hidangan khas hari raya lebaran. Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Arti Ngaku lepat ialah mengakui kesalahan, Sedangkan arti Laku papat adalah empat tindakan.

Ngaku Lepat dapat diartikan dengan Tradisi sungkeman yang menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa. Prosesi sungkeman ini ialah dengan cara bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon maaf atas kesalahan dan kekhilafan. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan maaf dari orang lain, khususnya dari kedua orang tua.

Prosesi tradsi ngaku lepat ini pun tidak hanya berkutat pada tradisi sungkeman seorang anak kepada orang tuanya, namun lebih jauh lagi adalah memohon maaf kepada para tetangga, kerabat dekat maupun jauh hingga masyarakat muslim lainya, dengan begitu umat Islam dituntun untuk mau mengakui kesalahan dan saling memaafkan dengan penuh keikhlasan yang disimbolkan dengan ketupat tersebut.

Ketupat menjadi simbol “maaf” bagi masyarakat Jawa, yaitu ketika seseorang berkunjung ke rumah kerabatnya nantinya mereka akan disuguhkan ketupat dan diminta untuk memakannya, apabila ketupat tersebut dimakan secara otomatis pintu maaf telah dibuka dan segala salah dan khilaf antar keduanya terhapus.

Laku papat ialah empat tindakan dalam perayaan Lebaran. Empat tindakan tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Lebaran. Lebaran ini berarti akhir dan usai, dalam arti lain menandakan dengan telah berakhirnya waktu puasa Ramadhan dan siap menyongsong hari kemenangan.
  2. Luberan. Luberan bermakna meluber atau melimpah, layaknya air yang tumpah dan meluber dari bak air. Pesan moral yang disampaikan dari kata luberan adalah budaya mau berbagi dan mengeluarkan sebagian harta yang lebih (luber) kepada fakir miskin, dengan begitu akan membahagiakan para fakir miskin dan diharapkan angka mengikis angka kemiskinan yang ada di negara kita.
  3. Leburan. Leburan berarti habis dan melebur. Yaitu momen untuk saling melebur dosa dengan saling memaafkan satu sama lain, dengan kata lain dosa kita dengan sesama dimulai dari Nol kembali.
  4. Laburan. Laburan yang berasal dari kata labur atau kapur. Kapur merupakan zat padat berwarna putih yang juga bisa menjernihkan zat cair, dari ini Laburan dipahami bahwa hati seorang muslim haruslah kembali jernih nan putih layaknya sebuah kapur. Karena itu merupakan simbol kejernihan dan kesucian hati yang sebenarnya.
Pesan moral yang disampaikan Lebaran ketupat kepada masyarakat muslim ialah bagaimana untuk menjadi pribadi yang baik dan luhur di kemudian hari, semuanya diyakini merupakan tuntunan yang luhur. Ada pepatah lama dengan istilah ‘sayur tanpa garam akan terasa hambar” Maka sama halnya masyarakat Jawa memaknai Idul Fitri tanpa Lebaran ketupat, lebaran ketupat merupakan tradisi baik yang telah lama mengakar kuat dalam benak masyarakat muslim Jawa. Tentu harapanya, tradisi yang telah lama terjaga ini tetap bisa lestari.

Hari Raya Ketupat Bukan Bid'ah Sesat

Seseorang yang tidak suka dengan tradisi hari raya ketupat sebagaimana telah terlaksana hingga kini di masyarakat Indonesia serta merta mengemukakan bid'ah sesat bagi umat yang merayakannya. Mereka berpandangan bahwa menambah perayaan selain Idul Fitri dan Idul Adha ialah larangan yang bertentangan dengan ajaran agama. Ada pula yang mempertanyakan bagaimana landasan dalilnya untuk memperkokoh keyakinan bahwa perayaan hari raya ketupat bukan bagian dari perkara bid'ah sesat.

Komentar dan pertanyaan tersebut bukan baru muncul di saat ini, namun sudah ada sejak dahulu kala. Seiring munculnya tudingan itu, maka tentu argumentasi untuk menjawab komentar pun sudah ada. Berikut ialah dalil kebolehan perayaan hari raya ketupat,

Perayaan tersebut bertendensi pada hadis Rasulullah SAW yang berbunyi:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Artinya: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164).

Dari hadis tersebut muslim di Indonesia memandang perlu adanya perayaan Hari Raya Ketupat, sebagai rasa syukur setelah berpuasa Ramadan dan enam hari di bulan Syawal. Karenanya Hari Raya Ketupat ini akan terasa istimewanya bagi muslim yang sempurna menunaikan puasa Ramadan dan Syawal.

Hari raya ketupat merupakan tradisi masyarakat muslim Indonesia. Dalam literasi dunia Islam hanya ada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Berdasarkan sejarahnya, hari raya ketupat ada sejak masa pemerintahan kerajaan Demak.

Melengkapi argumentasi di atas. Dalam Fatawa Al-Azhar, 10/160 dijelaskan sebagai berikut,

ﻣﺎ ﺭﺃﻯ اﻟﺪﻳﻦ ﻓﻰ اﺣﺘﻔﺎﻝ ﺑﻌﺾ اﻟﺪﻭﻝ ﺑﺄﻋﻴﺎﺩ ﻣﺜﻞ ﺃﻋﻴﺎﺩ اﻟﻨﺼﺮ ﻭﻋﻴﺪ اﻟﻌﻤﺎﻝ ﻭﻋﻴﺪ ﺭﺃﺱ اﻟﺴﻨﺔ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ؟ ﻭﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻰ ﻣﺎ ﻫﻮ ﺩﻳﻨﻰ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ اﻻﺣﺘﻔﺎﻝ ﻣﻨﺼﻮﺻﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﻌﻴﺪﻯ اﻟﻔﻄﺮ ﻭاﻷﺿﺤﻰ، ﻭﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﻏﻴﺮ ﻣﻨﺼﻮﺹ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﺎﻟﻬﺠﺮﺓ ﻭاﻹﺳﺮاء ﻭاﻟﻤﻌﺮاﺝ ﻭاﻟﻤﻮﻟﺪ اﻟﻨﺒﻮﻯ. ﻓﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﻨﺼﻮﺻﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻬﻮ ﻣﺸﺮﻭﻉ ﺑﺸﺮﻁ ﺃﻥ ﻳﺆﺩﻯ ﻋﻠﻰ اﻟﻮﺟﻪ اﻟﺬﻯ ﺷﺮﻉ، ﻭﻻ ﻳﺨﺮﺝ ﻋﻦ ﺣﺪﻭﺩ اﻟﺪﻳﻦ، ﻭﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻣﻨﺼﻮﺻﺎ ﻋﻠﻴﻪ، ﻓﻠﻠﻨﺎﺱ ﻓﻴﻪ ﻣﻮﻗﻔﺎﻥ، ﻣﻮﻗﻒ اﻟﻤﻨﻊ ﻷﻧﻪ ﺑﺪﻋﺔ، ﻭﻣﻮﻗﻒ اﻟﺠﻮاﺯ ﻟﻌﺪﻡ اﻟﻨﺺ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻌﻪ. ﻓﺎﻟﺨﻼﺻﺔ ﺃﻥ اﻻﺣﺘﻔﺎﻝ ﺑﺄﻳﺔ ﻣﻨﺎﺳﺒﺔ ﻃﻴﺒﺔ ﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ ﻣﺎ ﺩاﻡ اﻟﻐﺮﺽ ﻣﺸﺮﻭﻋﺎ ﻭاﻷﺳﻠﻮﺏ ﻓﻰ ﺣﺪﻭﺩ اﻟﺪﻳﻦ، ﻭﻻ ﺿﻴﺮ ﻓﻰ ﺗﺴﻤﻴﺔ اﻻﺣﺘﻔﺎﻻﺕ ﺑﺎﻷﻋﻴﺎﺩ، ﻓﺎﻟﻌﺒﺮﺓ ﺑﺎﻟﻤﺴﻤﻴﺎﺕ ﻻ ﺑﺎﻷﺳﻤﺎء.
Artinya: “Apa pandangan Islam tentang perayaan di sebagian negara seperti memperingati hari kemerdekaan, hari buruh, perayaan awal tahun dan sebagainnya? (Hukum Memperingati Hari Besar) kaitannya dengan agama ada 2. Pertama, adalah dijelaskan dalam agama seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Kedua, tidak dijelaskan dalam agama seperti hijrah, Isra’ dan Mi’raj, serta Maulid Nabi. Perayaan yang dijelaskan dalam Islam hukumnya disyariatkan dengan syarat dilakukan sesuai perintahnya. Dan perayaan yang tidak dijelaskan dalam Islam maka bagi umat Islam ada 2 pendapat. Ada yang melarang karena dianggap Bid’ah. Ada juga yang membolehkan karena tidak ada dalil yang melarangnya. Kesimpulannya. Apapun bentuk perayaan yang baik adalah tidak apa-apa, selama tujuannya sesuai dengan syariat dan rangkaian acaranya masih dalam koridor dalam Islam. Boleh saja peringatan itu disebut perayaan. Sebab yang dinilai adalah subtansinya, bukan namanya (Fatawa Al-Azhar, 10/160)

Dalam perayaan hari raya ketupat tidak ada bentuk pekerjaan yang bertentangan dengan ajaran agama. Justru semuanya sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Silaturrahmi, saling berbagi makanan, bersedekah, mengunjungi keluarga, bersilaturrahmi, dan hal-hal lainnya. Dalam hari raya ketupat tidak ada pelaksanaan sholat hari raya ketupat.

Nilai-Nilai Dalam Hari Raya Ketupat

Dilansir dalam Bincang Muslimah dijelaskan bahwa Wildan Rijal Amin dalam Al-A’raf: Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat dengan judul “Kupatan, Tradisi untuk Melestarikan Ajaran Bersedekah, Memperkuat Tali Silaturahmi, dan Memuliakan Tamu” memaparkan nilai-nilai keislaman yang berada dalam tradisi hari raya ketupat.

Pertama, tentang hadis menjalin silaturahmi:

عَنْ أَنَس بْنُ مَالِكٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.

Artinya: Dari Anas ibn Malik: Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Barang siapa yang ingin dilapangkan (pintu) rizki untuknya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menyambung tali silaturrahim. (HR. Bukhari)

Kedua, hadis tentang keutamaan bersedekah:

والصدقة تطفئ الخطيئة كما تطفئ الماء النار

Artinya: “Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air itu memadamkan api.” (HR. At-Tirmidzi)

ketiga, hadis tentang memuliakan tamu:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْكَعْبِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّه قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَالضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ فَمَا بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ وَلَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِيَ عِنْدَهُ حَتَّى يُحْرِجَهُ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ مِثْلَهُ وَزَادَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Sa’id bin Abu Sa’id Al Maqburi dari Abu Suraih Al Ka’bi bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya dan menjamunya siang dan malam, dan bertamu itu tiga hari, lebih dari itu adalah sedekah baginya, tidak halal bagi tamu tinggal (bermalam) hingga (ahli bait) mengeluarkannya.” Telah menceritakan kepada kami Isma’il dia berkata: telah menceritakan kepadaku Malik seperti hadits di atas, dia menambahkan: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari)

Posting Komentar untuk "Perbedaan Hari Raya Ketupat dan Idul Fitri serta Idul Adha"