Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Karomah Kiai Muhammadun Pondowan



Kiai Muhammadun dilahirkan pada tahun 1906 di Desa Cebolak, kira-kira 7 km sebelah tenggara Desa Pondowan Kecamatan Margoyoso, Pati. Ayahnya bernama H. Ali Murtado, sedangkan ibunya bernama Halimatus Sa'diyah.

Karomah Kiai Muhammadun Pondowan

Secara genealogis, Kiai Muhammadun masih memiliki pertalian kekerabatan dengan Kiai Mutamakin, seorang kiai berpengaruh yang dikenal dengan waliyullah.

Semasa hidupnya, Kiai Muhammadun menjadi pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Pondowan dan melakukan penyebaran agama Islam kepada masyarakat setempat. Kiai Muhammadun meninggal pada tahun 1981.

Kiai Muhammadun sejak masih nyantri di pesantren pamannya di Jekulo Kudus, pada usia sekitar 16 tahun memang sudah dikenal sebagai seorang santri yang menyenangi kehidupan sufistik dengan jalan tirakat dan berpuasa.

Konon ketika memasak nasi, kiai wirai ini sengaja mencampuri nasi tersebut dengan kerikil supaya dia memakannya dengan pelan-pelan sambil memilah-milah dan membuangi kerikilnya. Perilaku ini dikerjakan untuk melatih dirinya agar menjadi orang yang sabar dan teliti, serta untuk bertaqarub ilallah.

Suatu ketika Kiai Yasin -pengasuh pondok pesantren di Jekulo itu- sowan kepada Kiai Sanusi Jekulo, yang oleh masyarakat setempat dikenal sebagai seorang waliyullah dan memiliki perilaku telephaty tinggi. Ketika Kiai Yasin sowan kepada Kiai Sanusi, Kiai Sanusi menanyakan perihal salah seorang santrinya, yaitu Muhammadun, yang selalu bangun malam dan belajar kitab-kitab.

"Salah seorang santri panjenengan -Muhammadun- itu, selalu rajin bangun malam dan mutalaah kitab hingga larut malam. Dia mengaji kitab-kitab ini," kata Kiai Sanusi Jekulo seraya menyebutkan nama-nama kitab yang dikaji oleh Muhammadun.

Mendengar kata-kata Kiai Sanusi itu, Kiai Yasin tercengang. Bagaimana tidak, rumah Kiai Sanusi itu cukup jauh dari lokasi pondok yang diasuhnya, namun dia mengetahui kegiatan Muhammadun, santrinya, setiap malam dari jarak jauh. Isyarat Kiai Sanusi mengenai ketekunan Muhammadun mengaji memang menunjukkan bahwa Muhammadun kelak menjadi seorang yang cukup alim.

Diceritakan pula bahwa pada tahun 1949, saat terjadi agresi Belanda II, pasukan Belanda mengambil markas di komplek Pabrik Gula di Desa Pakis. Kebetulan, waktu itu Kiai Muhammadun menjadi sesepuh Partai Masyumi setempat, yang menginginkan Belanda supaya segera meninggalkan bumi Indonesia. Tentu saja keinginan sang kiai bertentangan dengan nalar politik penjajah Belanda. Masalah ini kemudian dibesar-besarkan dan Kiai Muhammadun dilaporkan kepada pihak Belanda oleh seseorang yang biasa bertamu kepada sang kiai. Kiai Muhammadun pun diancam untuk ditangkap Belanda untuk dipenjarakan.

Dikisahkan bahwa penangkapan terhadap Kiai Muhammadun selalu gagal, walaupun berulang kali tentara Belanda datang berkeliling di sekitar rumahnya. Bahkan menurut suatu riwayat, ketika tentara Belanda mengepung rumah Kiai Muhammadun. Begitu masuk rumah, ternyata tentara Belanda itu tidak berani menanyakan di mana Kiai Muhammadun. Apalagi menangkapnya. Tentara Belanda hanya meminta seekor ayam dari sang kiai.

Sumber: Buku Karomah Para Kiai

Miliki Buku Cahaya Dari Nusantara - buku kisah karomah habib lutfi



Semoga bermanfaat.

Posting Komentar untuk "Karomah Kiai Muhammadun Pondowan"