Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hadis Ke-5 Kitab Arbain Nawawi : Klasifikasi Bid'ah


Ahad, 11 Agustus 2024 di Mushalla Baiturrahman, Tuku, Sawahluar, Kotakusuma penulis menyampaikan materi hadis ke-5 dalam Kitab Arbain Nawawi. Sebagaimana jadwal bahwa setiap pertemuan mengulas ringkas 1 hadis yang terdapat dalam kitab karangan Imam Abu Zakaria Muhyiddin an-Nawawi.
Hadir pula dalam kajian tersebut Ustadz Riski dari Lamongan yang juga sebagai pemateri dalam kajian mingguan ini. Penulis dan Ustadz Riski secara bergantian mengisi Kajian Majelis Ilmu BaitiQu.
Penulis awali kajian dengan mengajak semuanya untuk bersyukur atas kemerdekaan yang diberikan oleh Allah swt kepada Indonesia, saat ini Indonesia sedang merayakan kemerdekaannya yang ke-79, dengan kondisi merdeka rakyat Indonesia dapat menjalankan ibadah kepada Allah swt dengan aman, tentram, dan tenang. Bahkan dari saking tenangnya beribadah di negeri yang aman ini, kadang ada yang teledor mengakhirkan waktu dalam beribadah. Seiring penjelasan ini, penulis mengajak hadirin untuk melihat negeri-negeri seberang yang saat ini sedang konflik dan berperang, mereka tidak bisa menyelenggarakan pengajian dengan damai dan tenang karena dibayang-banyangi oleh teror senjata dari berbagai arah.
Hadis yang ke-5 dalam kitab Arbain Nawawi ini diriwayatkan oleh Istri Nabi Muhammad SAW yaitu 'Aisyah ra. Tentang Ummul Mu'minin ini penulis menukil sedikit kisah beliau saat difitnah berbuat serong dengan Sahabat Shafwan bin Mu’aththal. Kabar bohong yang disebarkan oleh dedengkot orang munafik Abdullah bin Ubay bin Salul ini menggegerkan seantero kota madinah. Dari kisah ini penulis mengajak hadirin untuk tidak kaget dengan kabar-kabar yang tidak baik yang menimpa kita dan keluarga, karena hal itu bisa saja terjadi sebagaimana pernah terjadi kepada istri baginda Nabi Muhammad SAW.
Dalam hadis tersebut, Ummul Mu'minin menjelaskan tentang bid'ah. Matan hadis tersebut terdapat dua redaksi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan juga oleh Imam Muslim. Inti dari matan kedua imam tersebut ialah hal-hal baru dalam agama yang tidak sesuai dengan hukum syara' harus ditolak.
Lebih lanjut penulis menyampaikan klasifikasi bid'ah yang dijelaskan oleh Imam Syafi'i. Beliau berpendapat bahwa bid'ah itu terdapat dua macam yaitu bid'ah mahmudah dan bid'ah madzmumah. Bid'ah mahmudah ialah bid'ah yang sesuai dengan sunnah, sedangkan bid'ah madzmumah ialah bid'ah yang tidak sesuai dengan sunnah.
اَلْبِدْعَةُ ِبدْعَتَانِ : مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ, فَمَاوَافَقَ السُّنَّةَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَاخَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمَةٌ
Dalam hal menjelaskan definisi dari bid'ah, penulis menyampaikan penjelasan dari Sulthanul Ulama' Izzuddin Abdul Aziz bin Abdussalam bahwa bid'ah adalah mengerjakan suatu perbuatan yang tidak didapati di masa Rasulullah SAW.
Syaikh Izzuddin Abdul Aziz bin Abdussalam mengklasifikasi bid'ah menjadi 5 (lima) macam, yaitu bid'ah wajib, bid'ah haram, bid'ah sunnah, bid'ah makruh, dan bid'ah mubah.
الْبِدْعَةُ فِعْلُ مَا لَمْ يُعْهَدْ فِي عَصْرِ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -. وَهِيَ مُنْقَسِمَةٌ إلَى: بِدْعَةٍ وَاجِبَةٍ، وَبِدْعَةٍ مُحَرَّمَةٍ، وَبِدْعَةٍ مَنْدُوبَةٍ، وَبِدْعَةٍ مَكْرُوهَةٍ، وَبِدْعَةٍ مُبَاحَةٍ، وَالطَّرِيقُ فِي مَعْرِفَةِ ذَلِكَ أَنْ تُعْرَضَ الْبِدْعَةُ عَلَى قَوَاعِدِ الشَّرِيعَةِ: فَإِنْ دَخَلَتْ فِي قَوَاعِدِ الْإِيجَابِ فَهِيَ وَاجِبَةٌ، وَإِنْ دَخَلَتْ فِي قَوَاعِدِ التَّحْرِيمِ فَهِيَ مُحَرَّمَةٌ، وَإِنْ دَخَلَتْ فِي قَوَاعِدِ الْمَنْدُوبِ فَهِيَ مَنْدُوبَةٌ، وَإِنْ دَخَلَتْ فِي قَوَاعِدِ الْمَكْرُوهِ فَهِيَ مَكْرُوهَةٌ، وَإِنْ دَخَلَتْ فِي قَوَاعِدِ الْمُبَاحِ فَهِيَ مُبَاحَةٌ، وَلِلْبِدَعِ الْوَاجِبَةِ أَمْثِلَةٌ.
Contoh dari bid'ah wajib adalah mempelajari ilmu nahwu, ushul fiqih, dan kodifikasi Al Qur'an. Al Qur'an yang ada pada masa Rasulullah SAW tidaklah berbentuk lembaran kertas seperti saat ini, melainkan dalam bentuk hafalan para sahabat yang selanjutnya ditulis diberbagai pelepah kurma, itu pun belum ada titik, harakat, dan tanda baca.
Alhamdulillah, Al Qur'an saat ini telah begitu lengkap bentuknya. Bahkan Al Qur'an oleh sebagian orang dibeli bukan untuk dibaca, melainkan untuk hiasan saja dengan menambah ornamen-ornamen di sampulnya.
Dari penjelasan ini, penulis menekankan kembali kepada para hadirin saat itu bahwa hal-hal baru seperti ini wajib ada dan dipelajari, sebab tanpa adanya lembaran Al Qur'an dan Ilmu Tajwid, menjadikan generasi penerus tidak bisa membaca Al Qur'an. Begitu pula tanpa adanya Ilmu Nahwu, Ilmu Ushul, dan lainnya dapat menjadikan generasi penerus kesulitan memahami isi Al Qur'an.
Selanjutnya penulis menjawab pertanyaan kenapa banyak saat ini aliran-aliran yang saling menyalahkan. Tidak lain dan tidak bukan karena mereka terlalu fokus pada perbedaan yang bersifat furu' dalam beragama dan melupakan pokok ajaran yang harusnya masih sama. Perbedaan pendapat dan pandangan pasti selalu ada, bahkan bukan hanya perbedaan saja melainkan perpecahan dan permusuhan.
Dalam sejarah peradaban Islam kita diceritakan dengan adanya perang jamal dan perang shiffin yang terjadi antar sahabat, dalam hal tersebut kita tidak boleh menyalahkan keduanya, cukup mengambil pelajaran dan hikmah dari peristiwa-peristiwa di masa lalu tersebut sebagai bekal mengarungi masa kini.
Diantara hikmah adanya perselisihan sahabat di wilayah arab ialah menyebarnya agama Islam ke seantero negeri. Saat para sahabat tidak akur sama lain, maka mereka akan pindah ke wilayah berbeda dan menyebarkan ajaran Islam di sana. Begitulah indahnya rencana Allah SWT, bahkan di dalam permusuhan masih tetap ada keberuntungan. Syahdan, setan pun menyesal seraya berguman: "Andai dulu para sahabat tidak digoda untuk saling bermusuhan, tentulah Islam hanya ada di Arab saja."
عَنْ أُمِّ المُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: «مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ» رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.
وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: «مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Posting Komentar untuk "Hadis Ke-5 Kitab Arbain Nawawi : Klasifikasi Bid'ah"